Sunday, June 18, 2017

√ Bahan Ppg Daljab: Aksara Pembelajaran Kurun 21

Program pendidikan profesi guru dalam jabatan sudah dimulai beberapa tahun kemudian hingga sekarang. Ada beberapa materi yang wajib dikuasai oleh guru biar memperoleh sertifikat profesi. Kali ini saya bagikan materi PPPG Daljab perihal karakteristik pembelajaran kala 21. Selamat membaca dan jangan lupa share dan like blognya.

Materi: Karakteristik Pembelajaran Abad 21
Dalam pandangan paradigma positivistik masyarakat berkembang secara linier seiring dengan perkembangan peradaban insan itu sendiri yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara berturut-turut masyarakat berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi. 

Situasi kala 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang ditandai oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat industri generasi pertama, kini ini, kala 21 dan masa mendatang, muncul apa yang disebut sebagai revolusi industri 4.0. Istilah industri 4.0 pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011 yang ditandai revolusi digital. 

Revolusi industri gelombang keempat, yang jugadisebut industri 4.0, kini telah tiba. Industry 4.0 ialah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang besar lengan berkuasa besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan (artificial intelligent), perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. 

Bob Gordon dari Universitas Northwestern, menyerupai dikutip Paul Krugman (2013), mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). Kedua, inovasi listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870- 1900). Ketiga, inovasi komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai sekarang). 

Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari A. Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1).

Indonesia yang merupakan cuilan dari masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah semenjak era Orde Baru. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia tidak sama dengan perkembangan pada masyarakat Barat yang pernah mengalami era pencerahan dan masyarakat industri. 

Perkembangan masyarakat Indonesia faktanya tidak secara linier, tetapi lebih berlangsung secara pararel. Artinya, ada masyarakat yang hingga fase perkembangannya kini masih menawarkan masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menawarkan abjad sebagai masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital. Semuanya kategori abjad masyarakat tersebut faktanya berkembang tidak secara linier, tetapi berlangsung secara pararel.

Oleh lantaran itu, meskipun era digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa wilayah blank spot. 

Kondisi menyerupai itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan siswanya, meskipun sudah berada dalam kala 21. Sekolah, guru, dan siswa di tempat perkotaan memang sudah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk tempat pedesaan masih ada juga yang belum terambah oleh kemudahan internet, dan bahkan ada pula wilayah yang sama sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi.

Akan tetapi pada kala 21 kini ini masyarakat Indonesia memang sudah menjadi cuilan tidak terpisahkan dengan era digital. Karena itu apa pun harus menyesuaikan dengan kehadiran era gres berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi cuilan dari era digital kini ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif.

Menurut Manuel Castell kemunculan masyarakat informasional itu ditandai dengan lima karateristik dasar: Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan informasi. Kedua, lantaran informasi ialah cuilan dari seluruh acara manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. Ketiga, semua sistem yang memakai teknologi informasi didefinisikan oleh ‘logika jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas proses-proses dan organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi gres sangat fleksibel, memungkinkan mereka mengikuti keadaan dan berubah secara terus-menerus. 

Akhirnya, teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi (dalam Ritzer, 2012: 969). Menurut Castell tolong-menolong sudah semenjak dekade 1980-an muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional global gres yang semakin menguntungkan. 
 
Perkembangan peradaban manusia
“Ia informasional lantaran produktivitas dan daya saing unit-unit atau agen-agen di dalam ekonomi ini (entah itu firma-firma, region-region, atau wilayah-wilayah) yang tergantung secara mendasar pada kapsitas mereka untuk menghasilkan, memproses, dan menerapkan secara efisien informasi berbasis pengetahuan (Castell, 1996: 66). Ia global lantaran ia mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebagai suatu unit di dalam waktu kasatmata pada suatu skala planeter” (Castell, 1996: 92). Hal itu dimungkinkan untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang baru.

Meneruskan konsep ruang mengalir itu, kemudian Scott Lash menganalisis kemunculan masyarakat informasional itu secara lebih mendalam, detail, dan canggih. Sama menyerupai Castells, Lash oke dengan kemunculan dunia baru, yaitu masyarakat informasional yang meskipun merupakan kelanjutan dari kapitalisme lama, tetapi mempunyai banyak sekali abjad yang berbeda. Dengan pendekatan kritis, Lash menganalisis kapitalisme informasional dengan berusaha memperluasnya terkait dengan filsafat, teori sosiologi, teori kebudayaan, baik klasik maupun kontemporer.

Dalam bukunya Critique of Information (2002), Lash memului dengan sejumlah pertanyaan mendasar, bagaimana ilmu sosial kritis, teori kritik atau kritik sanggup dimungkinkan dalam masyarakat informasi? Apa yang terjadi dalam suatu era ketika kekuasaan tidak lagi sebuah ideologi sebagaimana era kala sembilanbelas, tetapi kini kekuasaan ialah sebuah informasional dalam arti luas?

Ketika era sebelumnya ideologi diperluas oleh ruang dan waktu, mengklaim universalitas, dan berbentuk ‘metanaratif’, merupakan sistem kepercayaan, dan menyediakan waktu untuk refleksi; tetapi kini era informasional, ketika informasi itu berada dalam kemampatan ruang dan waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik, sinyal, dan bahkan sekadar kejadian dalam waktu.

Berlangsung sangat cepat, sekilas, hidup dalam era informasi hampir tidak ada waktu untuk refleksi. Makara ketika ilmu sosial kritik hidup dan berkembang dalam era ideologi kritik, apa yang terjadi ketika ilmu sosial kritik hidup dalam era informasinal kritik? Dapatkah pemikiran kritis beroperasi dalam era informasi?

Meskipun Lash adakalanya merujuk pada Castells, tetapi dalam mendefinisikan informasi sedikit berbeda. Ia mengaku: “saya akan memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang dirumuskan oleh Bell (1973), Touraine (1974), dan Castells (1996) yang fokus pada kualitas abjad utama informasi itu sendiri. 

Tetapi Menurut Lash informasi harus dipahami secara tajam dalam kontradiksinya dengan yang lain, kategori sosiokultural awal, yaitu sebagai monumen naratif dan wacana (discourse) atau institusi. Karakter utama informasi ialah aliran, tak melekat, kemampatan spasial, kemampatan temporal, hubungan- kekerabatan real-time. 

Informasi tidaklah secara eksklusif, tetapi sebagian besar, dalam kaitan ini bahwa kita hidup dalam era informasi. Sebagian orang menyebut kita hidup dalam jaman modern lanjut (Giddens, 1990), sementara yang lain menyebutnya sebagai jaman postmodern (Harvey, 1989), tetapi konsep tersebut berdasarkan Lash juga tidak berbentuk. Informasi tidak.

Lash memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang sering dirumuskan oleh kalangan sosiolog. Masyarakat informasi sering dipahami dalam istilah produksi pengetahuan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan diproduksi. Kunci untuk memahami ini ialah apa yang diproduksi dalam produksi informasi bukanlah barang-barang dan layanan kekayaan informasi, tetapi lebih kurang ialah potongan informasi di luar kontrol. Produksi informasi mencakup terutama ialah pentinggnya kemampatan.

Sebagaimana diktum McLuhan medium ialah pesan dalam pengertian bahwa media ialah peradigma medium era informasi. Hanya saja bila dahulu medium secara umum dikuasai ialah naratif, lirik puisi, wacana, dan lukisan. Tetapi kini pesan itu ialah pesan atau ‘komunikasi.’ media kini lebih menyerupai potongan-potongan. Media telah dimampatkan. Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis, komunikasiah yang menciptakan informasi menjadi dinamik, kuat, dan sumber energi. 

Mirip dengan Habermas, Lash yakin bahwa komunikasi itulah yang kini telah menjadi basis kehidupan sosial kontemporer, lantaran itu ia mengakibatkan komunikasi sebagai unit dasar analisisnya, dan bukan informasi. Lash kemudian melangkah lebih jauh dengan mengembangkan konsep di seputar gosip perkembangan ICT. 

Ketika ICT itu sendiri sering diposisikan sebagai entitas tersendiri yang berbeda dengan karakter- abjad masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada produksi industrial, maka Lash menjelaskan bahwa dalam kategori era ICT itu sendiri telah berkembang dengan abjad yang berbeda. Oleh lantaran itu ia menyampaikan bahwa telah terjadi dua generasi dalam perkembangan ICT.

Generasi pertama perkembangan ICT secara mendasar ialah informasional, dengan sektor kuncinya ialah semikonduktor, sofware (sistem operasi dan aplikasi), dan komputer. Akan tetapi generasi kedua, ekonomi gres ialah komunikasional, lantaran itu sentralitasnya ialah internet dan sektor jaringan. Itulah sebabnya berdasarkan Lash, Cisco Systems, yang menciptakan sarana jalan, sebagai ‘pipa’ komunikasi internet, yang menjadi kapitalisme pasar lebih tinggi daripada ‘informational’ Microsoft. 

Inilah yang dikenal sebagai pasangnya media gres (new media). Dalam pada itu konten dan komunikasi ialah sepenting kode, bukan berbasis pada sektor instruksi informasi. Jika ICT generasi pertama sangat erat berurusan dengan Lembah Silokan California, maka ICT generasi kedua bukan kasus segar, bersih, dan semi desa Lembah Silokan, tetapi berurusan dengan kotor, urban ‘silicon allys’. Silicon allys telah menjadi multimedia gres menyerupai CD-ROMs, permainan komputer (Allen, Scott, 2000). Mereka ialah multimedia konvergensi teknologi informasi dengan media.

Sikap Lash terhadap topik diskusi tersebut tetap menegaskan bahwa unit dasar analisisnya ialah kmunikasi. Komunikasi ialah pertanyaan soal kultur jarak jauh. Dalam masyarakat industri dulu hubungan-hubungan sosial diletakan pada suatu tempat dengan prinsip kedekatan, dan kekerabatan sosial pada ketika yang sama sekaligus ialah ikatan sosial. Akan tetapi sekarang, dalam era informasional, kekerabatan sosial dipindahkan oleh komunikasi. 

Komunikasi ialah intens, dalam durasi pendek. Komunikasi memecah naratif menjadi pesan pendek/ringkas. Jika kekerabatan sosial usang menempatkan tempat dengan prinsip kedekatan, ikatan komunikasional ialah meletakan tempat pada jarak jauh. Jadi, komunikasi ialah perihal kebudayaan, bukan kedekatan, yaitu kebudayaan jarak jauh. Culture at-a-distance mencakup baik komunikasi yang tiba dari jauh maupun orang tiba dari jauh biar bertemu secara tatap muka (Boden and Molotch, 1994). Intensitas, keringkasan, dan absensi kontinyuitas naratif ialah prinsip tata kelolanya (Simmel, 1971; Sennett, 1998).

Suatu komunikasi dan aliran diletakan pada panggung pusat, daripada hukum sosial dan lembaga/struktur. Sosiologi berargumen lebih progresif lagi, yaitu bahwa kini ini secara umum telah muncul fenomena mediologi. Oleh lantaran itu kini ini diberbagai universitas terkemuka di dunia telah mengenalkan dan mengajarkan perihal sosiologi media. Khususnya kini ini telah muncul apa yang dikenal sebagai logika mediologi. Mediologi akan mengharuskan bekerja dengan logika media dan komunikasi. 

Jika sosiologi Durkheimian mengenalkan konsep anomie, untuk menjelaskan perubahan dari feodalisme ke kapitalisme pabrik, kini mediologi, berbicara anomie postindustri aliran-aliran. Sosiologi oke dengan re-teritorialisasi sosial, institusi modern, dan struktur masyarakat industri. Mediologi berbicara re-teritorialisasi masyarakat jaringan yang tiba dari pengerasan aliran-aliran. Maka pada ketika yang sama kini muncul fenomena ekonomi tanda dan ruang.

Begitulah, berdasarkan Lash, dalam masyarakat kapitalisme lanjut, komunikasi ialah kunci, pergeseran dari logika struktur ke logika arus yang dimungkinkan oleh jangkauan kekerabatan yang dibawa oleh outsorcing pada umumnya. Dan outsorcing ini ialah re-teritorialisasi, contohnya perusahaan-perusahaan menjadi lebih sanggup dikerjakan di rumah tangga. Bahkan kemudian ada perusahaan membolehkan kerja lembur per ahad di rumah, jadi tidak tergantung pada tempat atau ruang pabrik.

Jadi kini ini di jaman tata informasi dan komunikasi global, semuanya serba outsorcing baik kerja di perusahaan firma, keluarga, negara, dan bahkan juga pada bidang seni. Karena itu sanggup juga refleksivitas di outsourced, dan di eksternalisasi. Sekarang ini juga ada pergeseran dari akumulasi ke sirkulasi. Namun demikian juga muncul apa yang disebut sebagai hegemoni sirkulasi di mana sirkulasi modal uang dipisahkan dari cuilan akumulasi modal.

Sumber http://www.gurugeografi.id


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)