Tips Agar Shalat Bisa Khusyuk. Setelah kita mengetahui arti penting dari kedudukan shalat serta fungsinya bagi diri seorang muslim. Kita harus memahami bahwa ada salah satu kunci supaya shalat kita menghasilkan buah kelezatan dalam setiap gerakan dan bacaannya. Meraih sebuah kunci sukses yang hakiki ialah sukses dalam meraih khusyuk. Kemampuan untuk menghadirkan kekhusyukan dalam shalat bukanlah hal yang mudah. Khususnya, pada zaman penuh syahwat, syubhat, dan banyak sekali fitnah serta kerusakan yang bertebaran menyerupai dikala ini.
Alangkah ruginya bila kita, dengan sepuas-puasnya, memakai 24 jam sehari semalam untuk kepentingan dunia yang sesaat namun enggan untuk memanfaatkan waktu sejam saja untuk kehidupan kekal yang tiada batas. Kita habiskan waktu untuk bermain-main dan sibuk dengan urusan dunia, namun tidak memberi waktu sesaat saja untuk khusyuk menghadap Tuhan kita. sungguh shalat khusyuk ialah karunia yang istimewa. Setelah menghadapi penat duniawi yang melelahkan hati, kita diberikan kesempatan untuk mengembalikan hati ke posisi terbaiknya yang memiliki koneksi di hadapan Allah Swt. jiwa kita akan menemukan kesejatian, semakin higienis dan bersinar, meraih kesuksesan dunia dan akhirat, serta melahirkan nilai-nilai yang mulia.
Khusyuk secara etimologi berarti al-khudhu’ wa as-sukun (tunduk dan diam/tenang). Secara teminologi, khusyuk ialah ketundukan hati di hadapan Tuhan dengan penuh kepasrahan dan kesadaran akan kehinaan diri. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Al-Quran surah Thaha ayat 108, yang artinya, Dan merendahlah semua bunyi kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Maka kau tidak mendengar kecuali bisikan saja”.
Ibnu Abbas ra, berkata : “Orang yang khusyuk ialah orang yang takut kepada Allah Swt dan orang yang shalat dengan tenang”.
Qatadah berkata: “Hati yang khusyuk ialah hati yang takut kepada Allah Swt dan menundukkan matanya ke bawah”. Dalam hadis lain, Abu Darda ra, menyebutkan, “Saya mendengar dari Rasulullah Saw bahwa ia bersabda, yang artinya: “Beribadahlah kepada Allah Swt seolah-olah ia berada dihadapanmu dan bila kau tidak merasa seolah-olah kau melihat-Nya, maka gotong royong Dia melihatmu”. (HR. Muslim)
Khusyuk dalam shalat merupakan taufik dari Allah bagi hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam menyembah-Nya, yang tulus dalam menyerahkan diri pada-Nya, dan sepenuh hati dalam melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Orang yang hatinya tidak khusyuk di luar shalat, sehingga ia enggan menjalankan segala perintah-Nya, tidak akan merasakan nikmatnya khusyuk di dalam shalatnya. Karena shalat yang dilandasi akan kekhusyukan akan mencegah pelakunya dari berbuat dosa. Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45).
Orang yang shalatnya tidak mencegahnya dari kemungkaran, tidak akan menemukan jalan khusyuk. Orang yang keadaannya demikian, walaupun ia shalat, shalatnya tidak akan tegak sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.
Hal ini termaktub dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 45, yang artinya, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan gotong royong yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.
Berikut ada beberapa tips semoga shalat Anda bisa khusyuk:
Makrfifatullah
Mengenal Allah merupakan pilar utama dan terpenting bagi tercapainya khusyuk. Dengannya hati menjadi bening, pikiran menjadi higienis dan anggota tubuh tetap konsisten (istiqamah) di jalan-Nya. Mengenal dan memahami nama-nama dan sifat-Nya melahirkan kesadaran akan keagungan, pengawasan dan kebersamaan-Nya. Allah Swt berfirman, “Maka gotong royong tidak ada Tuhan melainkan Allah”. (QS. Muhammad: 19).
Pengetahuan yang mendalam bahwa gotong royong bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah menumbuhkan ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya serta kesadaran akan kehinaan dan ketidakberdayaan di hadapan-Nya di setiap saat. Pengetahuan tentang-Nya melahirkan rasa aib pada diri seorang mukmin. Ia aib kepada-Nya lantaran ia yakin akan terwujud, kebersamaan, kedekatan, pendengaran, dan penglihatan-Nya.
Sebagaimana Allah Swt berfirman, “Dan Dia bersama kau dimana saja kau berada, dan Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan”. (QS. Al-Hadid: 4).
Kesadaran akan kebersaaan dan pengawasan-Nya melahirkan rasa takut terhadap-Nya dan khusyuk dalam shalat. Setiap kali kita merasakan kehadiran-Nya dalam ibadah, setiap itu pula ibadah kita mencapai derajat ihsan. Ihsan, menyerupai dikatakan hadis Nabi Saw, “Kamu menyembah Allah seolah-olah kau melihat-Nya. Walaupun kau tidak melihat-Nya, gotong royong Dia melihat-Mu”. (HR. Muslim).
Kesadaran akan kedudukan shalat
Kesadaran terhadap kedudukan dan kemuliaan shalat akan tumbuh ketika seseorang muslim mengetahui keagungan, kemuliaan dan kekuasaan Tuhannyam serta ia “menghadirkan” Allah dalam hati dan pikirannya sepanjang shalat. Ketika itu ia sadar bahwa dirinya sedang berada di hadapan Allah, tepat di depan-Nya. Kesadaran inilah yang menyebabkan seluruh jiwanya khusyuk, hatinya tunduk, dan matanya mencucurkan tangis.
Rasulullah Saw bersabda, “Jika kalian shalat maka janganlah berpaling, lantaran gotong royong Allah menghadapkan wajah-Nya ke wajah hamba-Nya dalam shalatnya selam ia tidak berpaling”. (HR. Tarmidzi).
Tidak heran bila kaum salaf, apabila mereka hendak shalat, keadaan mereka tiba-tiba berubah. Ali bin Huasain misalnya, wajahnya tiba-tiba memerah apabila ia berwudhu untuk shalat. Saat ditanya mengapa demikian, ia menjawab, “Tahukah kalian, dihadapan siapa saya akan berdiri?”
Mempersiapkan diri untuk shalat
Sejauh kesiapan kita untuk shalatm sejauh itu pula cinta kita kepada Allah. Seberapa semangat kita untuk menunaikan shalat pada waktunya, seukuran itu pula cinta kita kepada-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, “Tidak ada sesuatu yang dilakukan oleh hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku sukai selain apa yang telah Aku fardhukan atasnya”. (HR. Bukhari).
Dengan kata lain, Allah paling suka melihat hamba-Nya mendekatkan diri pada-Nya dengan melaksanakan apa yang telah diwajibkan atasnya. Shalat yang benar merupakan hal pertama yang mendatangkan kecintaan dan keridhaan Allah. Oleh lantaran itu persiapan dan kesiapan kita untuk menunaikan shalat haruslah benar-benar sempurna.
Menguasai fikih (tata cara shalat)
Ketidaktahuan perihal aturan dan tata cara shalat menjadikannya tidak sanggup melaksanakan sesuai dengan yang dicontohkan Nabi Saw. Dalam shalat yang dilakukan secara serampangan, tidak sanggup diperlukan adanya khusyuk. Dalam shalat yang dilakukan secara asal-asalan, tidak sanggup diperlukan adanya ihsan. Seseorang pria masuk masjid kemudian shalat. Selesai shalat, ia menghampiri Nabi Saw dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi Saw menjawab salamnya kemudian bersabda kepada pria itu, “Kembali dan shalatlah! Sesungguhnya kau belum shalat”. Laki-laki itu kembali dan shalat lagi menyerupai shalat sebelumnya. Lalu ia menumui Nabi Saw dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi Saw menjawab salamnya, kemudian bersabda padanya, “Kembali dan shalatlah! Sesungguhnya kau belum shalat”. Lelaki itu pun kembali shalat untuk ketiga kalinya, kemudian berkata, “Demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak bisa shalat lebih baik dari ini. Maka, ajarilah aku!” Nabi Saw bersabda padanya, “Jika kau telah berdiri untuk shalat, takbirlah, kemudian bacalah apa yang kau hafal dari Al-Quran. Lalu rukuklah hingga kau benar-benar tenang dalam rukuk, kemudian bangunlah hingga kau benar-benar lurus berdiri. Lalu sujudlah hingga kau benar-benar tenang dalam sujud, kemudian bangunlah hingga kau benar-benar tenang dalam duduk. Lakuk
anlah itu dalam shalatmu semuanya”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Takbiratul ihram
Saat kita mengenal Tuhan, sehabis kita menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan mengabaikan segala bentuk bujuk rayu dunia, kita menghadapkan diri kepada-Nya dengan sebaik-baiknya, dengan ketulusan, kebeningan dan keikhlasan, sehabis itu semua, ketahuilah bahwa takbiratul ihram merupakan pohon pertama yang dipetik darinya buah khusyuk, ketundukan, dan kesadaran akan kehinaan serta ketidakberdayaan diri. Buah-buah itu kita petik dan kita cicipi kelezatannya dikala kita berdiri tepat dihadapan-Nya, ketika benak dan pikiran kita larut dalam keagungan makna takbir.
Karena itu kita rasakan betapa agung kuasa-Nya di semesta ini. Keagungan-Nya memenuhi setiap relung hati yang selama ini lalai dan tidak memedulikan-Nya. Keagungan-Nya menyadarkan hati dan mengingatkan betapa besarnya amanat yang dipikul manusia.
Saat kita berdiri, dikala kita takbiratul ihram, temukanlah hakikat takbir dan rahasianya. Lalu lihatlah kesadaran diri kita dengan segala kekurangan dan kehinaannya. Kemudian yakinkan diri bahwa Dia dengan segala kesempurnaan dan keagungan-Nya sekarang berada tepat di depan kita. Saat itu kita berada di antara harap dan cemas, harap akan kasih sayang-Nya, cemas akan azab-Nya. Sungguh sebuah momentum yang menggetarkan jiwa, mendebarkan hati, dan melumat semua kepongahan serta segala atribut kesombongan kita.
Menghayati doa iftitah
Doa iftitah mengandung makna-makna tauhid serta legalisasi akan keagungan Allah, kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Makna-makna ini menggetarkan hati, memacu kerinduan kepada-Nya dan memperkuat kesadaran akan kebersamaan-Nya. Meresapi dan menghayati makna-makna ini melahirkan kekhusyukkan. Hal ini sanggup diketahui dari makna dan diam-diam doa iftitah, yang artinya:
Aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang membuat langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan berserah diri, dan saya bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya ; dan demikian itulah yang diperintahka kepadaku dan saya ialah orang yang pertama-tama menyerahkan diri”. (HR. Muslim).
Menadaburkan bacaan Al-Qur’an
Menadaburkan (menghayati dan meresapi) ayat-ayat Al-Quran merupakan salah satu pendukung utama khusyuk dalam shalat. Itu lantaran ayat-ayat Al-Quran berisikan wa’d (janji), wa’id (ancaman), info perihal kematian, hari kiamat, keadaan para penghuni surga, keadaan para penghuni neraka, kisah para nabi, serta ujian berat yang harus mereka tanggung menyerupai hinaan, gangguan, penyiksaan bahkan pembunuhan, juga info perihal orang-orang yang mendustakan para rasul serta siksa dan kehinaan yang menimpa mereka. Penghayatan perihal ini semua melahirkan cahaya iman dalam hati, mempertebal tawakal dan menambah kekhusyukan.
Anjuran bagi kita untuk sanggup menadaburkan bacaan Al-Quran. Sebagaimana Allah berfirman, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, niscaya kau akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk insan supaya mereka berfikir”. (QS. Al-Hasyr: 21).
Allah Swt juga menyindir orang-orang yang tidak mau menadaburkan (memerhatikan dan mencerna dengan nalar sehat) ayat-ayat Al-Quran, “Maka apakah mereka tidak memerhatikan Al-Quran atau kah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).
Sadari dan rasakan kehinaan diri dikala rukuk
Rukuk merupakan simbol ketundukan, kepatuhan dan kepasrahan seseorang hamba kepada Allah Swt. Dalam rukuk, seseorang hamba merenungkan keagungan Allah, kekuasaan, dan kerajaan-Nya. Rukuk merupakan momen yang tepat untuk mengakui dosa, kelalaian dan keanehan diri, sembari bertafakur perihal kemuliaan, keagungan dan kekayaan-Nya. Dalam rukuk, kita tunjukkan kebutuhan, ketidakberdayaan, dan ketergantungan kita kepada-Nya seraya berucap, “Ya Allah, kepada-Mu saya rukuk, kepada-Mu saya beriman, kepada-Mu saya berserah diri, dan kepada-Mu saya bertawakal. Engkau Tuhanku, saya rukuk pada-Mu. Segenap pendengaranku, penglihatanku, dagingku, darahku dan otakku milik Allah, Tuhan semesta alam”. (HR. Muslim).
Merasakan kedekatan dengannya dikala sujud
Jika berdiri, rukuk, dan tasyahud merupakan faktor penyebab kekhusyukkan, kepasrahan dan keberserahan diri kepada Allah, maka sujud erupakan simbol paling tinggi dan citra paling faktual bagi kekhusyukkan, kepasrahan dan keberserahan diri itu. Ketika kita sujud, ketika itu kita sangat bersahabat dengan-Nya. Ketika kita merasakan kedekatan dengan-Nya, ketika itu kita akan tunduk dan khusyuk.
Salah satu hal penting yang harus dicatat bahwa sujud ialah satu keadaan yang sangat bersahabat untuk dikabulkannya doa, diampuninya dosa, dan ditinggikan derajat. Rasulullah Saw bersabda, “Sedekat-dekat hamba dengan Tuhannya ialah dikala ia bersujud. Maka perbanyaklah doa (ketika bersujud)”. (HR. Muslim)
Baca juga: Cara Praktis Umroh Backpacker
Memahami dan menghayati makna tasyahud
Tasyahud mengandung makna yang sangat agungdan mulia. Jika kita benar-benar memahami dan meresapinya dengan hati, maka kita akan diliputi kedamaian dan kasih sayang-Nya. Tentu saja sehabis itu khusyuk dan kedamaian tiba menyelimuti jiwa. Dalam tasyahud, kita sampaikan salam kepada Allah Swt. Sungguh merupakan momen yang amat dinikmati dan diresapi oleh hati. Berikutnya kit sampaikan salam bagi Rasulullah Saw dan bagi kita serta hamba-hamba yang shaleh. Hingga, di sini kita merasakan makna persaudaraan dalam bingkai masyarakat Islam. Selajutnya kita memohon sumbangan dari azab kubur, azab neraka, godaan Dajjal, ujian sewaktu hidup dan ujian dikala kematian. Semua ini memenuhi hati dengan makna-makna permohonan perlindungan, pertobatan dan pendekatan diri kepada Allah.
Sumber http://www.pagunpost.com
EmoticonEmoticon