Pentingnya Memiliki Jiwa Mendidik Bagi Seorang Guru_ “Saya lebih bahagia disebut sebagai pendidik daripada pengajar” (Prof. Dr. H. Djaali). “Guru itu ialah orang yang mau lapang dada mewakafkan dirinya demi kepentingan murid-muridnya”. Ungkapan bijak ini pertama kali saya dengar dikala mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh Prodi PGSD FKIP UM.BUTON (11 Maret 2018).
Sebuah ungkapan yang pribadi menyadarkan hati saya. “oh iya ya, ternyata guru harus menyerupai itu”, hati saya berbisik pelan. Ungkapan Prof. Jaali dalam seminar tersebut sejenak menciptakan saya merenung. Memang seharusnya kita sebagai guru (baca: tenaga pendidik) mempunyai sense of high aducare, yang saya maknai sebagai rasa peduli yang tinggi.
Baca juga: 7 Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa
Sebab bila rasa peduli telah hilang, maka mendidik hanyalah sekedar mengajar. Mengajar dalam arti sekedar memberikan info (baca: yang diisi otaknya saja), bukan lebih kepada impian untuk merubah individu secara tepat (menyentuh domain kognitif, psikomotorik, dan afektif). Karena bagi saya mengajar hari ini bila tidak dibarengi niat yang tulus untuk mendidik, maka ia hanya menjadi sebuah penggugur kewajiban atau penambah asesoris keduniaan. Karena mengajar oleh segelintir orang menjadi sebuah profesi gres dalam menghasilkan pendapatan.
Terlepas dari itu, Ki hajar dewantara memaknai pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Ungkapan ini sederhana sekali, namun bagi saya inilah kiprah utama guru yang wajib dijalankan. Sebab sebagian insan masih banyak yang berprilaku bukan menyerupai manusia. Mereka merusak, mengambil hak orang lain, mencederai bahkan hingga membunuh yang bagi saya tidak jauh berbeda dengan sifat-sifat kebinatangan (baca: kejam). Memanusiakan “manusia” berarti menyadarkan insan akan tugasnya sebagai Khalifatullah yang mempunyai sifat-sifatnya yang baik menyerupai menjaga, mengelola dan melestarikan alam semesta.
Sebagai guru, kita harus berupaya mengingatkan penerima didik kita untuk kembali mengenal dirinya sebagai insan yang seutuhnya. Kapan seseorang sanggup dikatakan sebagai insan yang seutuhnya? Menurut ekonomis saya, seseorang sanggup dikatakan sebagai insan yang seutuhnya dikala ia tahu dan sadar bahwa ia mempunyai banyak potensi di dalam dirinya.
Salah satu potensi terbesar dan sangat luar biasa yang dianugrahkan Tuhan kepada insan ialah insan diberikan “akal dan hati”. Akal dan hati ialah dua dimensi yang ada dalam jiwa insan yang mempunyai fungsi dan kiprah yang berbeda . Akal berfungsi sebagai alat untuk berfikir, sedang hati berfungsi sebagai alat untuk mengelola rasa. Dua hadiah terbesar ini bila diolah dan dikembangkan dengan baik oleh guru, maka bagi saya kedepan akan lahir dari bangku-bangku sekolah kita pemimpin-pemimpin yang cerdas.
Baik cerdas secara intelektual juga cerdas secara spritual. Untuk itu kiprah guru tidak hanya menunjukkan pengajaran dalam bentuk mentransfer ilmu pengetahuan saja, akan tetapi guru juga harus mulai menanamkan nilai. Baik nilai-nilai agama, budaya, maupun bangsa. Demikian tujuan hakiki dari sebuah pendidikan.
Science without religion is lame, and religion with
(lmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh) By : Albert Einsten
Guru Harusnya Memiliki “Jiwa Mendidik”
Oleh : Safaruddin Yahya, S.Pd, I, M.Pd.I*
Searches related to mendidik bagi guru: teladan mendidik, teladan mendidik dan mengajar, perbedaan mendidik dan mengajar pdf, perbedaan mengajar dan mendidik berdasarkan para ahli, teladan mendidik mengajar dan melatih, guru mendidik, pengertian mendidik berdasarkan para ahli
Sumber http://www.rijal09.com
EmoticonEmoticon