OperatorGuru.com - Pemerintah sekarang menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 wacana Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dilansir TribunWow.com dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, setkab.go.id, Senin (3/12/2018), ini mengakibatkan pengangkatan tenaga honorer menjadi Anggota Sipil Negara (ASN) dengan status PPPK.
Aturan tersebut membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS).
Selain itu pemerintah juga memastikan supaya bagan kebijakan PPPK sanggup diterima semua kalangan dan menjadi salah satu instrumen kebijakan untuk penyelesaian persoalan tenaga honorer.
Lantas, apa perbedaan PPPK dengan ASN/ PNS?
Dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, ini perbedaan antara PNS dan PPPK sesuai Undang-Undang No.5 Tahun 2014 wacana Aparatur Sipil Negara.
PPPK dikontrak minimal satu tahun dan sanggup diperpanjang hingga 30 tahun sesuai kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan.
Menggunakan double track, artinya tidak ada pengangkatan PPPK menjadi PNS secara otomatis. Apabila ingin menjadi PNS harus mengikuti jalur tes PNS.
PPPK mengisi pos-pos jabatan fungsional menyerupai auditor, guru atau pustakawan. Mereka sanggup masuk dari jalur awal, tengah atau yang tertinggi. Sedangkan PNS mengisi jabatan structural dan dimaksudkan sebagai policy maker, menyerupai camat, kepala dinas atau dirjen.
PNS mempunyai batasan umur pelamar hingga 35 tahun. Sementara, PPPK tak memutuskan batasan umur. Sehingga siapapun yang mempunyai kompetensi sanggup mendaftar.
PPPK Tanpa uang pensiun
Dilansir dari Kompas, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menuturkan PPPK juga akan mempunyai kewajiban dan hak keuangan yang sama dengan ASN yang berstatus sebagai PNS dalam pangkat dan jabatan yang setara.
Hanya saja, PPPK tak akan mendapat pensiun layaknya PNS.
Hal ini tidak disambut besar hati oleh guru honorer Hatmi.
Hatmi yang seorang guru honorer sebuah SD di Banjarmasin ini, menuturkan menginginkan menjadi pegawai PNS bukan pegawai kontrak.
Karena tidak ada uang pensiun di masa final kariernya.
“Saya tidak puas dengan rencana seleksi PPPK itu. Yang saya inginkan yakni menjadi PNS. Bukan menjadi pegawai kontrak. PPPK itu kan sama saja dengan kontrak, alasannya yakni tidak ada uang pensiunan," ujar guru honorer sebuah SD di Banjarmasin ini, Senin (3/12/2018).
Hatmi mengatakan, kalau aturan memaksa demikian, ia meminta ada perlakuan khusus.
"Ok, kalau toh nanti PPPK, tapi ya harus ada pensiunnya dipikirkan," ujarnya.
“Saya harus menghidupi keluarga. Saya sebagai tulang punggung keluarga selama ini. Kalau masa kerja sudah habis, saya akan sanggup apa coba. Sementara saya masih punya tanggungan tiga orang anak,” ujarnya.
Perekrutan tenaga honorer menjadi PPPK
Mengenai perekrutan tenaga honorer menjadi PPPK yang telah ditetapkan, Jokowi berpesan bahwa PPPK secara prinsip rekrutmennya, harus berjalan bagus, profesional, dan mempunyai kualitas yang baik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menuturkan para tenaga honorer yang ingin diangkat menjadi PPPK nantinya akan mengikuti proses seleksi sesuai Merit sistem.
Dilansir dari TribunPotianak, Merit sistem yakni kebijakan dan administrasi ASN menurut kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar.
Sistem merit diaplikasikan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan
Sebab, seleksi berbasis merit yakni prasyarat dasar dalam rekrutmen ASN.
"Hal ini sama dengan seleksi di Tentara Nasional Indonesia dan POLRI yang semuanya sudah berbasis pada seleksi yang profesional," kata Moeldoko.
Ratusan tenaga honorer Kategori 2 (K2) melaksanakan agresi di gedung DPRD Sulsel dan berorasi yang ketika melaksanakan peresmian Pergantian antar waktu (PAW) dua anggota legilatif, Rabu (19/9). Honorer K2 menuntut nasib mereka sebagai tenaga honorer K2 yang umurnya di atas 35 tahun untuk segera diangkat menjadi ASN tanpa batas usia dan tanpa syarat tahun 2018 ini.
PPPK juga sanggup diikuti oleh pelamar yang berusia lebih dari 35 tahun.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menambahkan, bahwa PP Manajemen PPPK yakni salah satu aturan pelaksana dari Undang-Undang ASN yang sangat krusial.
Selain untuk penyelesaian tenaga honorer, aturan ini ditujukan sebagai payung aturan bagi prosedur berbasis merit untuk merekrut para profesional masuk ke dalam birokrasi dengan batas usia pelamar yang lebih fleksibel dibanding CPNS.
“Kebijakan PPPK yang diarahkan untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi dan jabatan fungsional tertentu dengan batas usia pelamar paling rendah 20 tahun, dan paling tinggi 1 tahun sebelum batas usia pensiun jabatan tersebut,” terang Yanuar.
“Fleksibilitas batas usia pelamar dan kesetaraan atas kewajiban dan hak ini, dirancang untuk memudahkan para bakat terbaik bangsa yang ingin berkontribusi dalam birokrasi tanpa terkendala batasan usia,” ujar Yanuar.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam obrolan dengan mahasiswa Korea selepas kuliah umum di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Seoul, Korea Selatan, pada Selasa, 11 September 2018. (Biro Pers Setpres/Laily Rachev)
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menuturkan terbitnya keputusan ini menciptakan rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah dilarang lagi dilakukan oleh pemerintah sentra dan daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendypun sebelumnya telah menyampaikan pihaknya sudah melayangkan surat kepada pemerintah kawasan untuk tidak ada lagi merekrut guru honorer, dilansir dari Kompas.com.
“Bisa kita pantau, jikalau ada yang melanggar, akan kami kenakan sanksi. Mohon kerja samanya,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih, menuturkan jikalau peraturan yang diteken Jokowi ini merupakan aturan yang tidak adil, dilansir dari Kompas.com.
"Menurut kami itu bukan solusi yang berkeadilan," kata Titi, Senin (3/11/2018).
Menurutnya lagi, peraturan ini tidak adil lantaran tidak semua pekerjaan tenaga honorer yang diakomodasi.
"Ada beberapa pekerjaan yang tidak diakomodasi dalam PPPK yang sudah dilakukan oleh honorer K2. Contoh pramu kantor itu tidak ada di P3K. Staf TU juga tidak ada," papar Titi.
Titi juga menilai rekrutmen PPPK yang tidak memperhitungkan seberapa lamanya tenaga honorer mengabdi pada negara.
Rekrutmen hanya dilakukan secara umum menurut hasil tes semata.
"Kalau bagan umum, sama dong yang sudah mengabdi puluhan tahun dengan yang tidak mengabdi," kata dia.
Selain itu, Titi juga mempertanyakan nasib honorer K2 yang sudah ikut rekrutmen PPPK namun tidak lulus tes.
Ia juga mempertanyakan klaim pemerintah soal hak keuangan sama yang didapatkan PNS dan PPPK.
"Kalau gajinya sama dengan PNS, kenapa tidak jadi PNS saja? Kan anggarannya sama?" ujarnya.
"Pemerintah harusnya menciptakan regulasi yang sanggup menuntaskan honorer K2 menjadi PNS secara bertahap," tambahnya.
Demikian Informasi yang sanggup kami bagikan ke rekan rekan yang kami lansir Dari POS-KUPANG.COM , semoga bermanfaat .
EmoticonEmoticon