PENGEMBANGAN KURIKULUM
Istilah “Kurikulum” mempunyai banyak sekali tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum semenjak dulu hingga cukup umur ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa sanggup memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan balasannya mencapai finish.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata pedoman yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata pedoman (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang bau tanah atau orang-orang pintar masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Kurikulum sebagai planning pembelajaran. Kurikulum adalah suatu acara pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan acara itu para siswa melaksanakan banyak sekali kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan meliputi juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memperlihatkan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya yakni kurikulum. Kurikulum yakni seperangkat planning dan pengaturan mengenai isi dan materi pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dari banyak sekali macam pengertian kurikulum diatas kita sanggup menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu Kurikulum adalah seperangkat planning dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
B. Konsep Dasar Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan intel pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada semenjak zaman Yunani Kuno. Banyak orang bau tanah bahkan juga guru-guru, jikalau ditanya wacana kurikulum akan memperlihatkan jawaban sekitar bidang studi atau intel pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Definisi Doll tidak hanya membuktikan adanya perubahan aksentuasi dari isi kepada proses, tetapi juga membuktikan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut sanggup berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan eksklusif dengan pelajaran ataupun tidak.
Mauritz Johnson mengajukan keberatan terhadap Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi menyerupai itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pangajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelasanaan, menyerupai perencanaan isi, kegiatan berguru mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil berguru yang diharapkan dicapai oleh siswa.
Terlepas dari pro dan kontara terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa jago memandang kurikulum sebagai planning pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka yakni Mac Donald (1965:3 dalam Sukmadinata, 1997:5) Menurut dia, sistem persekolahan terbentuk atas empat sub sistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai planning (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Beauchamp lebih memperlihatkan tekanan bahwa kurikulum yakni suatu planning pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan planning tertulis bagi pengajaran, melainkan suatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur linhkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para jago kurikulum. Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5) implementasi dan (6) penilaian kurikulum.
C. Teori Kurikulum
Para pakar teori bekerja sekuat daya membuat teori-teori gres dan para pelaksana menerjemahkannya ke dalam praktik yang nyata. Banyak para pakar teori kurikulum mencoba merekontruksi pandangan-pandangan mengenai upaya karya kurikulum serta keprihatinan-keprihatinanya yang kebanyakan memang sangat penting dan menonjol. antara lain :
a) Penggunaan teori kurikulum memang banyak sekali ragam, bergantung dari makna khusus istilah tersebut. Yang paling sesuai dengan kiprah kita yakni “teori kurikulum” melibatkan pemikiran ilmiah yang cermat, unggul terhadap banyak sekali formulasi yang berbeda-beda, dan memperlihatkan suatu kumpulan kegiatan yang secara umum bermaksud menjelaskan cara berpikir kurikulum itu.
b) Kegunaan simpel teori kurikulum, apabila dibatasi sebagai suatu kumpulan prinsip yang koheren, akan lebih terarah jikalau teori tersebut berada dalam suatu disiplin tertentu yang mantap.
c) Kalau “teori kurikulum” dikacaukan dengan “model-model kurikulum”, maka kegunaan praktisnya paling sedikit ada dua, yaitu :
(a) Aplikasi model-model yang ada terhadap situasi-situasi konkret tertentu akan membantu sang pelaksana/praktisi untuk melihat secara lebih terang pola-pola yang beroperasi dalam kelasnya atau dalam pengembangan kurikulum.
(b) Model-model tidak hanya diterapkan dari situ; para pelaksana secara regular meramunya dari pengalaman-pengalaman simpel mereka sendiri untuk memahaminya dalam kategori-kategori informal, hierarki-hierarki, grafik-grafik, atau bentuk-bentuk model lainnya.
d) Penggunaan simpel teori kurikulum benar-benar menuntut kita untuk melaksanakan suatu analisis terhadap situasi-situasi nyata. “Teorisasi” dalam teori kurikulum terjadi pada setiap tingkat dan dalam setiap makna “teori”.
Teori kurikulum haruslah menangani paling sedikit tiga bidang masalah, yaitu :
a. Praktik pendidikan haruslah dijelaskan;
b. kriteria etis yang yang diharapkan untuk meningkatkan; dan
c. isinya haruslah dikonseptualisasikan.
Ada beberapa dilema mengenai penjelasan praktik pendidikan :
a. Teori-teori dan penjelasan-penjelasannya tidaklah sempurna;
b. Makna istilah-istilah teoretis terbaca bagi pertanyaan;
c. Aspek lain dari makna istilah-istilah teoretis mengakibatkan banyak sekali gosip yang berbeda-beda;
d. Para pakar teori kurikulum haruslah menangani gosip ketiga itu yang berkaitan dengan penjelasan-penjelasan dan masalah-masalah maknanya.
Teori kurikulum haruslah juga memperlihatkan perhatian yang koheren terhadap isi substentif. Harus disadari benar-benar bahwa sedikit sekali impian bahwa teori kurikulum akan sanggup bersifat komprehensif pada semua bidang kurikuler. Oleh lantaran itu, teori kurikulum janganlah dianggap sebagai suatu pernyataan tetapi sebagai suatu pelacakan dan pencarian. Sang pelacak atau pencari akan bergerak dari satu masalah, dari satu situasi dilema kepada situasi dilema lainnya. Teori kurikulum dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi dimensional yang merupakan sekelompok keputusan wacana tujuan, struktur, pelaksanaa, dan penilaian kurikulum maupun sistem persekolahan. Dalam pembicaraan ini akan dibahas empat kepingan pokok yaitu :
1. Konsep
Teori kurikulum intinya bukannya hal yang stabil keberadaannya, namun selalu berkembang mengikuti arus dua arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun demikian teori kurikulum akan sanggup mempunyai kegunaan dan memperlihatkan arti penting dalam praktisi, yaitu mereka yang mengelola sistem pendidikan. Teori kurikulum merupakan bidang yang menyidik pembatasan kawasan operasi kurikulum.
2. Fungsi Teori Kurikulum
Teori kurikulum mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kaitannya dengan penyusunan, pengembangan, pelatihan dan penilaian kurikulum pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Dalam kaitannya fungsi kurikulum meliputi :
a. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memperlihatkan alternatif secara rinci dalam perencanaan kurikulum.
b. Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan, memilih, menyusun dan membuat urutan isi kurikulum.
c. Sebagai pedoman atau dasar bagi penilaian formatif dan kurikulum yang sedang berjalan.
d. Membantu orang (yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuannya sehingga merangsang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.
3. Klasifikasi Teori Kurikulum
Berdasarkan hal tersebut maka teori kurikulum sanggup diklasifikasikan berdasarkan sudut pandang para ahlinya. klarifikasi teori kurikulum terdiri atas (1) soft curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada filsafat, agama dan seni, dan (2) hard curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada pendekatan rasional dan lapangan. Sedangkan berdasarkan Pinar teori kurikulum sanggup diklasifikasikan atas teori tradisionalis, konseptualis-empiris, dan rekonseptualis.
4. Corre Curriculum
Core curriculum menunjuk pada suatu planning yang mengorganisasikan dan mengatur (scheduling) kepingan utama dari acara pendidikan umum disekolah. Sedangakan Faunce dan Bossing,1951 dalam Subandijah, 1992:14) mendefinisikan bahwa istilah core curriculum menunjuk pada pengalaman berguru yang mendasar bagi akseptor didik, alasannya pengalaman berguru didapat dari (1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun secara umun, dan (2) kebutuhan secara sosial maupun sebagai warga negara masyarakat demokratis. tipe (jenis) core program, yaitu
a. Core program terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang masing-masing sanggup diajarkan secara bebas tanpa sistematika untuk mempertunjukan hubungan masing-masing pelajaran itu.
b. Core acara terdiri atas sejumlah pelajaran yang dihubungkan satu dengan yang lainnya.
c. Core acara terdiri atas dilema yang luas, unit kerja, atau tema yang disatukan, yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara efektif wacana isi pelajaran tertentu, contohnya matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial.
d. Core acara merupakan mata pelajaran yang dilebur dan disatukan.
e. Core program merupakan dilema luas yang sanggup memenuhi kebutuhan fisik dan sosial, dilema minat anak (peserta didik).
f. Core program merupakan unit kerja yang direncanakan oleh siswa (peserta didik) dsn guru untuk memenuhi kebutuhan kelompok.
Disiplin akademik (mata pelajaran) tradisional ini tidak memungkinkan mendapatkan secara teoritis terhadap nilai yang bersifat edukasional. Broudy, Smith dan Burnett mengklasifikasikan isi kurikulum kedalam lima kelompok, yang selanjutnya diuraikan Jenkins sebagai berikut
a. Bentuk pengetahuan yang dipakai sebagai alat berpikir simbolik, komunikasi belajar.
b. Bentuk pengetahuan yang berupa fakta dasar yang sistematis dan hubungan antara fakta tersebut.
c. Bentuk pengetahuan yang merupakan informasi yang terorganisasi sepanjang perkembangan budaya.
d. Bentuk pengetahuan yang menggambarkan dilema masa depan dan mencoba mengatur acara yang sesuai dengan hukum sosial (masyarakat).
Sifat integratif dan disiplin inspirasional yang membuat sintesa sketsa nilai dalam bentuk ilmu filsafat, teologi dan kerja seni (Broudy, Smith dan Burnett 1964 dalam Subandijah 1992:17).
D. Tujuan Kurikulum
Tujuan yakni komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama dalam menyusun kurikulum lantaran tujuan akan mengarah penyusunan komponen-komponen kurikulum lainnya. Tetapi kenyataan lain memperlihatkan bahwa banyak para guru atau penyusun kurikulum yang kurang menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan.
Agar sanggup memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan. Hirarki tujuan pendidikan yang kita kenal, di Indonesia yaitu sebagai berikut.
1) Tujuan Umum Pendidikan Nasional. Tujuan umum pendidikan nasional yakni tujuan yang mengandung rumusan kualifikasi umum yang diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia sehabis menuntaskan suatu acara pendidikan tertentu.
2) Tujuan Institusional, pengkhususan dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan diperoleh bawah umur sehabis menuntaskan studinya dalam suatu institusi atau forum pendidikan tertentu.
3) Tujuan Kurikuler (bidang studi). adalah tujuan yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi tertentu, contohnya dalam IPA, Bahasa Indonesia, dan lain-lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler dalam bidang studi atau mata pelajaran tersebut, mereka diharapkan mempunyai kualitas tertentu.
4) Tujuan Instruksional. Tujuan ini merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam diri murid bila ia telah menuntaskan suatu kegiatan berguru tertentu.
Menurut Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya tiga macam bidang (domains) dari tingkah laris manusia, yaitu aspek cognitive (pengenalan, pengetahuan), affective (perasaan, penghayatan-nilai, sikap) dan psychomotor (keterampilan).
Selanjutnya pada masing-masing domains masih didiferensiasi berdasarkan intensitasnya. Kedua, sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan yakni psikologi berguru atau khususnya teori-teori belajar. Teori-teori berguru yang kita kenal, misalnya:
a. Teori stimulus dari respons.
Teori stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR Bond Teori atau keneksionisme. Yang dimaksud dengan stimulus yakni perangsang atau situasi di luar individu atau organisme. Sedangkan repons ialah reaksi sebagai akhir dari stimulus. S-R membuktikan hubungan antara Stimulus dan Respon,
b. Teori Gestalt
Berlawanan dengan teori assosiasi, teori ini berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya. Mengubah kepingan akan mengubah keseluruhannya. Dalam belajar, keseluruhan situasi berguru itu penting. Belajar yakni interaksi yang kontinu antara organisme atau individu dengan lingkungannya. Tujuan kurikulum berdasrkan teori gestalt, contohnya ialah: supaya anak sanggup memahami suatu konsep, supaya anak sanggup menganalisa suatu problem, dan sebagainya.
Beberapa realitas kehidupan jiwa maka, contohnya ialah:
Anak yakni individu yang terus menerus tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan atau kematangan. Proses perkembangan anak tersebut bersifat kontinu namun cara teoritis proses perkembangan tersebut sanggup dibagi-bagi jadi beberapa fase perkembangan. Pada tiap-tiap fase perkembangan terdapat sifat-sifat yang terang dan berbeda dengan sifat-sifat yang terang dan berbeda dengan sifat-sifat pada fase lainnya. Namun perlu diingat, bahwa batas antara fase-fase perkembangan tersebut tidak tegas. Perkembangan tetap merupakan proses kontinu. Proses tersebut berlanjut pada individu yang merupakan sifat-sifat atau kemampuan pembawaan (kodrat) dan faktor lingkungan, khususnya lingkunagn pendidikan.
E. Landasan Pengembangan Kurikulum
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat sanggup berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan akseptor didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut
1. Landasan filisofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya menyerupai dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada banyak sekali aliran filsafat, menyerupai : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memperlihatkan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat niscaya mempunyai kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh lantaran itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan banyak sekali kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian ketika ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari wacana sikap individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji wacana hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang bekerjasama perkembangan individu, yang semuanya sanggup dijadikan sebagai materi pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi berguru merupakan ilmu yang mempelajari wacana sikap individu dalam konteks belajar. Psikologi berguru mengkaji wacana hakekat berguru dan teori-teori belajar, serta banyak sekali aspek sikap individu lainnya dalam berguru yang semuanya sanggup dijadikan sebagai materi pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Selanjutnya, dikemukakan pula wacana 5 tipe kompetensi, yaitu:
a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melaksanakan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten banyak sekali situasi atau informasi.
c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
e. Keterampilan; yaitu kemampuan melaksanakan kiprah secara fisik maupun mental.
3. Landasan Sosial-Budaya
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memperlihatkan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur contoh kehidupan dan contoh hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya yakni tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut sanggup bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melaksanakan perubahan dan pembiasaan terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan insan mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban kini dan membuat peradaban masa yang akan datang.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, cukup umur ini banyak dihasilkan temuan-temuan gres dalam banyak sekali bidang kehidupan insan menyerupai kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara eksklusif maupun tidak eksklusif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi banyak sekali macam alat-alat dan materi yang secara eksklusif atau tidak eksklusif dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya insan yang handal untuk mengaplikasikannya.
Kegiatan pendidikan membutuhkan pinjaman dari penggunaan alat-alat hasil industri menyerupai televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan acara pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana acara pendidikan lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya meliputi pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan taktik dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak eksklusif menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali akseptor didik supaya memiliki kemampuan memecahkan dilema yang dihadapi sebagai efek perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
F. Komponen-Komponen Kurikulum
F. Komponen-Komponen Kurikulum
1) Komponen Tujuan. Tujuan pendidikan mempunyai pembagian terstruktur mengenai berjenjang : Tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Menurut Bloom, ada tujuan afektif, kognitif dan psikomotor.
2) Komponen Isi / Materi Pelajaran Isi kurikulum bekerjasama dengan pengalaman berguru yang harus dimiliki mahasiswa. Isi kurikulum menyangkut aspek pengetahuan atau materi pelajaran, maupun kegiatan mahasiswa.
3) Komponen Metode / Strategi Komponen ini bekerjasama dengan implementasi kurikulum dan cara penyampaian materi. Mengingat kemampuan mahasiswa yang beragam, dosen dituntut sanggup memberikan materi dengan metode yang berfariasi
4) Komponen Evaluasi.Melalui penilaian sanggup ditentukan nilai dan arti kurikulum, apakah suatu kurikulum sanggup dipertahankan atau tidak. Dengan penilaian sanggup ditentukan pula apakah tujuan yang direncanakan sudah tercapai atau belum.
G. Latar Belakang dan Persoalan dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement), perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum implementation), dan penilaian kurikulum (curriculum evaluation).
1. Pengembangan kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang menyerupai tetapi tidak sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan penilaian dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan.
2. Perencanaan kurikulum yakni fase pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk tetapkan planning yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Kaprikornus perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain.
3. Penerapan kurikulum yakni menterjemahkan planning ke dalam tindakan. Pada ketika tahap perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan contoh tertentu organisasi kurikulum atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan kurikulum. Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, contohnya penggunaan tim pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibentuk operasional.
4. Evaluasi kurikulum merupakan fase terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan acara ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum.
Menurut Zahara Ideris (1982) yang dikutip oleh Subandijah (1993 : 77 ) mengemukakan masalah-masalah yang menuntut adanya penemuan pendidikan dan kurikulum di Indonesia yakni sebagai berikut :
1. Perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politil, pendidikan dan kebudayaan.
2. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang mengakibatkan daya tampung ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang.
3. Mutu pendidikan yang dirasakan semakin menurun, yang belum bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kurang adanya relevansi antara acara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun
5. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan kini dan yang akan datang
#PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sumber http://www.rijal09.com
EmoticonEmoticon