Monday, January 28, 2019

√ Mengingat Kembali Ra. Kartini; Msdhdfang Emansipasi Wanita

RA. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. RA. Kartini dikenal sebagai perempuan yang mempelopori kesetaraan derajat antara perempuan dan laki-laki di Indonesia. Hal ini dimulai saat Kartini mencicipi banyaknya diskriminasi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan pada masa itu, dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Kartini sendiri mengalami insiden ini saat ia tidak diperbolehkan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Kartini sering berkorespondensi dengan teman-temannya di luar negeri, dan kesannya surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Biografi Singkat Kartini 

Semasa hidupnya dimulai dengan lahirnya Kartini di keluarga priyayi. Kartini yang mempunyai nama panjang Raden Adjeng Kartini ini ialah anak perempuan dari seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibu dari Kartini mempunyai nama M.A. Ngasirah, istri pertama dari Sosroningrat yang bekerja sebagai guru agama di salah satu sekolah di Telukawur, Jepara. Silsilah keluarga Kartini dari ayahnya, bisa dilacak terus hingga Sultan Hamengkubuwono IV, dan garis keturunan Sosroningrat sendiri bisa terus ditelusuri hingga pada masa Kerajaan Majapahit.

Ayah Kartini sendiri awalnya hanyalah seorang wedana (sekarang pembantu Bupati) di Mayong. Pada masa itu, pihak kolonial Belanda mewajibkan siapapun yang menjadi bupati harus mempunyai ningrat sebagai istrinya, dan alasannya yaitu M.A. Ngasirah bukanlah seorang bangsawan, ayahnya kemudian menikah lagi dengan Radeng Adjeng Moerjam, perempuan yang merupakan keturunan pribadi dari Raja Madura. Pernikahan tersebut juga pribadi mengangkat kedudukan ayah Kartini menjadi bupati, menggantikan ayah dari R.A. Moerjam, yaitu Tjitrowikromo.

Sejarah usaha RA. Kartini semasa hidupnya berawal saat ia yang berumur 12 tahun tidak boleh melanjutkan studinya sesudah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dimana ia juga mencar ilmu bahasa Belanda. Larangan untuk Kartini mengejar impian bersekolahnya muncul dari orang yang paling akrab dengannya, yaitu ayahnya sendiri. Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah alasannya yaitu usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit. Selama masa ia tinggal di rumah, Kartini kecil mulai menulis surat-surat kepada sahabat korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda, dimana ia kemudian mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini. Dari Abendanon jugalah Kartini kecil mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api gres di dalam hati Kartini, yaitu perihal bagaimana wanita-wanita Eropa bisa berpikir sangat maju. Api tersebut menjadi semakin besar alasannya yaitu ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.

Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof. Kartini juga mendapat leestrommel, sebuah paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya terdapat majalah-majalah perihal kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Kartini kecil sering juga mengirimkan beberapa goresan pena yang kemudian ia kirimkan kepada salah satu majalah perempuan Belanda yang ia baca, yaitu De Hollandsche Lelie. Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat terang bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang menciptakan catatan kecil, dan tak jarang juga dalam suratnya Kartini menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca. Sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku menyerupai De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta yang ditulis Multatuli, hasil buah fatwa Van Eeden, roman-feminis yang dikarang oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang merupakan roman anti-perang goresan pena Berta Von Suttner. Semua buku-buku yang ia baca berbahasa Belanda.

Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati Rembang oleh orangtuanya. Bupati yang berjulukan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat ini sebelumnya sudah mempunyai istri, namun ternyata suaminya sangat mengerti impian Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita. Selama pernikahannya, Kartini hanya mempunyai satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini kemudian menghembuskan nafas terakhirnya 4 hari sesudah melahirkan anak satu-satunya di usia 25 tahun.

Silahkan Baca Juga;
RA. Kartini dan Emansipasi Wanita Zaman Now - [klik di sini]
Inilah Cuplikan Tulisan RA. Kartini yang Inspiratif dan Bersejarah - [klik di sini]


Pemikiran dan Surat-Surat Kartini 

Wafatnya Kartini tidak serta-merta mengakhiri usaha RA. Kartini semasa hidupnya alasannya yaitu salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa. Abendanon kemudian membukukan seluruh surat itu dan diberi nama Door Duisternis tot Licht yang kalau diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku ini diterbitkan pada tahun 1911, dan cetakan terakhir ditambahkan sebuah surat “baru” dari Kartini.

Pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh beberapa orang pribumi yang tidak sanggup berbahasa Belanda. Baru pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dengan bahasa Melayu. Pada tahun 1938, salah satu sastrawan berjulukan Armijn Pane yang masuk dalam golongan Pujangga Baru menerbitkan versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Versi milik Pane membagi buku ini dalam lima potongan untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus berubah. Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul, dan semua ini dilakukan biar tidak ada yang melupakan sejarah usaha RA. Kartini semasa hidupnya itu.

Demikian sajian warta mengenai Mengingat Kembali RA. Kartini; msdhdfang Emansipasi Wanita yang sanggup disampaikan pada kesempatan ini.

Untuk mengetahui Para Pahlawan Wanita Indonesia lainnya silahkan KLIK pada tautan di bawah ini:
  1. Wanita Hebat Zaman Doeloe; Ratu Kencana Wungu - [klik di sini]
  2. Pahlawan Nasional Wanita; RA. Kartini - [klik di sini]
  3. Pahlawan Nasional Wanita; Cut Nyak Dhien - [klik di sini]
  4. Pahlawan Nasional Wanita; Cut Nyak Meutia - [klik di sini]
  5. Pahlawan Nasional Wanita; Raden Dewi Sartika - [klik di sini]
  6. Pahlawan Nasional Wanita; Martha Khristina Tiahahu - [klik di sini]
  7. Pahlawan Nasional Wanita; Maria Walanda Maramis - [klik di sini]
  8. Pahlawan Nasional Wanita; Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlah - [klik di sini]
  9. Pahlawan Nasional Wanita; Nyi Ageng Serang - [klik di sini]
  10. Pahlawan Nasional Wanita; Hj. R. rasuna Said - [klik di sini]
  11. Pahlawan Nasional Wanita; Opu Daeng Risaju - [klik di sini]
  12. Pahlawan Nasional Wanita; Rohana Kudus - [klik di sini]
  13. "Pahlawan" Nasional Wanita; Raden Ayu Lasminingrat - [klik di sini]
Semoga Bermanfaat !!!

Sumber http://www.tozsugianto.com/


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)