Sunday, October 27, 2019

√ Makalah Fiqih, Kepengurusan Jenazah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR           …………………………………………………        1
DAFTAR ISI              …………………………………………………………        2
BAB I              PENDAHULUAN.....................................................................        3
A.   Latar Belakang         ................................................................        3
B.   Rumusan Masalah  …………………………………………        3
BAB II             ISI       ........................................................................................        4
A.   Kepengurusan Jenazah............................................................... 4
B.   Ziarah Kubur            …………………………………………………        6
C.   Ta’ziah …………………………………………………………      9
BAB III            PENUTUP...................................................................................      10
A.   Kesimpulan..................................................................................    10
DAFTAR PUSTAKA                        .............................................................................       11















BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Apabila orang muslim meninggal dunia, maka bagi orang yang masih hidup wajib  merawat/mengurus mayit itu dalam bentuk :
1.    Memandikan
2.    Mengkafankan
3.    Menshalatkan
4.    Menguburkan
Kewajiban itu bersifat fardhu kifayah,bukan fardhu ‘ain. Fardhu kifayah artinya kalau telah ada orang lain yang melakukannya,yang lainnya tidak di kenai hokum “wajib untuk mengurusnya”. Sebaliknya, Apabila tidak ada yang melakukannya, maka semuanya mendapat dosa. Agama Islam Sangat menjunjung tinggi martabat manusia. Waktu lahir ke bumi di sambut dengan Adzan.Bila dewasa, komitmen nikah (munakahat) pun di sambut dengan rapi. Bila wafat maka jenazahnya harus di urus berdasarkan tuntunan Rasulullah,tidak boleh di kuburkan begitu saja.

B.   Rumusan Masalah
a.    Tata cara memandikan, mengafani, sholat dan mengubur  jenazah
b.    Pengertian, hukum, tata cara dan pesan tersirat ziarah kubur
c.    Pengertian, aturan dan pesan tersirat ta’ziah

C.   Tujuan Penulisan
a.    Memahami  tata cara memandikan, mengafani, sholat dan mengubur  jenazah
b.    Mengetahui pengertian, aturan dan pesan tersirat ziarah
c.    Mengetahui pengertian, aturan dan pesan tersirat ta’ziah













BAB II
ISI
A.   KEPENGURUSAN JENAZAH
1.    Tata Cara Memandikan Jenazah
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika hendak memandikan jenazah,yaitu:
Ø  Jenazah diangkat dengan hati-hati ke kawasan mandinya. Tempat itu hendaklah tertutup,sehingga tidak terlihat oleh orang yang tidak bertugas memandikannya.
Ø  Buka kain epilog tubuh mayit itu dan beri kain mandi (basahan) sehingga aurat utamanya (kemaluannya) tertutup rapi.
Ø  Berniat di dalam hati hendak memandikannya, memenuhi fardhu kifayah, dengan membaca “Bismillahirrahmanirrahim”.
Ø  Siram mayit itu dengan air yang telah dipersiapkan. Di sunnahkan memulai dari arah kepala mayit dan terus ke kaki. Lalu, diberi sabun secara merata sambil digosok-gosok dengan hati-hati hingga kotorannya terbuang.
Untuk menggosok pecahan kanan mayit dimiringkan ke kiri. Berhati-hatilah menahan mayit yang di miringkan, semoga dia tidak terlentang dengan tiba-tiba, lantaran hal demikian kurang menghormatinya.
Setelah selesai pecahan kanannya, maka dimiringkan ke kanan sehingga pecahan kirinya sanggup di gosok pula. Setelah selesai, di telentangkan dengan perlahan-lahan, barulah disiram secara merata, sehingga air membasahi seluruh badannya dan kotoran hanyut di bawa air. Demikian dilakukan sebaiknya tiga kali.
  riwayat yang shahih, Nabi bersabda: “Mulailah oleh kau dengan pecahan tubuh sebelah kanan dan anggota wudhu”.
Dari sabda Rasulullah ini nyatalah bahwa bila dirasa jenazahnya itu agak busuk, sebaiknya air mandinya di beri kapur barus dan lain-lain yang sanggup mengurangi/menghilangkan basi busuknya. Tetapi air yang di pakainya ini sekedar menghilangkan baunya saja, bukanlah dalam memandikan dalam arti yang sebenarnya,karena air itu bercampur dengan zat suci yang lain. Sesudah air ini disiramkan,maka barulah disiramkan air mutlak, sebagai air mandinya menyebar dengan merata.
Ø  Bila higienis tubuhnya, maka kita wudhukan, ibarat berwudhu untuk shalat. Bila di rasa akan keluar kotoran maka disumbat dahulu dengan kapas,seperlunya saja.
Ø  Setalah memandikan, maka kain ditukar dengan yang higienis dan kering. Diangkat tolong-menolong ke kawasan mengkafaninya.

2.    Tata Cara Mengkafani Jenazah
Ø  kita potong kain kafan sesuai dengan panjang mayit ditambah sekitar tiga jengkal atau 70 cm untuk kawasan mengikat. Untuk mayit laki-laki, tiga lembar sama panjang sedangkan untuk perempuan dua lembar sama panjang, satu lembar kain panjang (bawahan), satu lembar baju, dan satu lembar kerudung. Atau tiga lembar sama panjang, satu lembar baju panjang/ gamis dan satu lembar kerudung (semuanya lima lembar).
Ø  Sediakan lima helai atau lebih (yang penting ganjil) tali pengikat yang dibentuk atau dipotong dari setiap sisi kain kafan.
Ø  Setelah itu kemudian kita bentangkan kain kafan satu per satu di atas tikar dengan kawasan untuk posisi kepala mengarah kiblat. Jangan lupa, di bawah kain-kain tersebut sudah diletakkan tali pengikatnya.
Ø  Lalu kita taruh kapas di atas kafan

terutama untuk pecahan dubur dan taburi kain kafan itu dengan kapur barus halus dan minyak wangi secukupnya. Setelah semua siap, kita pun sanggup mengangkat mayit dan meletakkan
di atasnya.

Ø  Lalu lipat selembar demi selembar, dimulai dari pecahan kanan jenazah. Lalu kita ikat mayit dengan ikatan yang gampang dibuka di pecahan sebelah kiri dengan tujuan semoga pengubur gampang melepaskan ikatan tersebut di dalam liang lahat.

3.    Tata Cara Menshalatkan Jenazah
Ø  Sebelum shalat di mulai, terlebih dahulu disunnatkan bagi imam mengatur jama’ahnya menjadi 3 (tiga) shaf ke belakang atau seimbang
Ø  Imam perlu memperhatikan apabila si mayat itu lelaki, maka imam menempatkan diri di samping kepala mayat. Dan apabila si mayat itu wanita, maka imam menempatkan diri bangun di samping pinggang si mayat (di tengah-tengah tubuh si mayat).
Ø  Niat dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram (takbir pertama) kemudian membaca Surat Al-Fatihah, kemudian takbir yang kedua terus membaca shalawat atas Nabi, kemudian takbir yang ketiga terus mendo’akan si mayat. Kemudian takbir yang ke empat kemudian mendo’akan mayat, kemudian salam.
4.    Tata Cara Menguburkan Jenazah
Ø  Tiga orang dulu masuk ke dalam kubur
Ø  Tiga orang masih berada di atas, seorang memanggul di pecahan atas, seorang memanggul di pecahan tengah, dan seorang memanggul di pecahan bawah.
Ø  Kemudian secara tolong-menolong mengangkat mayit dari bandosa sedang pihak yang lainnya mengangkat bandosa sehingga yang mengangkat leluasa untuk menyerahkan mayit secara berlahan-lahan ke tiga orang yang telah masuk ke dalam kubur tadi.




B.   ZIARAH KUBUR[1]

1.    Pengertian
Secara etimologi ziarah berasal dari kata yang "Zaro" berarti قَصَدَهُ, yaitu hendak bepergian menuju suatu tempat[2]. Sedangkan makna ziarah kubur yang dikemukakan oleh Imam Al Qadli ‘Iyadl rahimahullah yaitu mengunjunginya dengan niat mendo’akan para penghuni kubur serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka[3].
Ziarah kubur yaitu mendatangi kuburan dengan tujuan untuk mendoakan andal kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak usang lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga sanggup lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, tetapi tidak boleh meminta sesuatu kepada kuburan itu, lantaran itu akan menjadikan musyrik (menyekutukan Allah).

2.    Hukum Ziarah Kubur
Dalam pandangan Islam, ziarah kubur termasuk ibadah yang pada awalnya diharamkan, yaitu di awal perkembangan Islam. Namun kemudian dianjurkan dalam agama. Pengharaman ziarah kubur pada ketika itu dikarenakan masih melekatnya kebiasaan jahiliyah meminta-minta pada kuburan.
Hadits Buraidah bin Al-Hushaib r.a dari Rasulullah SAW, dia bersabda:

إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
”Sesungguhnya saya pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan.” (HR. Muslim).

      Namun ada kontradiksi diantara para ulama mengenai aturan ziarah kubur bagi wanita.

Ø  Sunnah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki

Ini yaitu pendapat paling shahih dalam madzhab Hanafi. Dalilnya yaitu keumuman nash wacana ziarah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur sanggup mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun, seraya bersabda, ‘Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh sebaik-baik sempurna tinggal terakhir.’

Namun mereka juga menyampaikan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan berziarah kalau untuk mengingat kesedihan, menangis, atau melaksanakan apa yang biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah melaknat perempuan yang sering berziarah kubur.” Namun, kalau tujuannya mengambil pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka diperbolehkan.

Ø  Makruh Bagi Perempuan

Sebab dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur lantaran mereka sering menangis, berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan sulit menghadapi musibah. Namun, hal itu tidak hingga diharamkan.
Dalam riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dihentikan untuk berziarah kubur, tetapi dia tidak melarang kami  dengan keras.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Allah melaknat perempuan yang sering berziarah kubur.” (shahih)
Akan tetapi, berdasarkan madzhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis, sedangkan untuk perempuan bau tanah yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki, maka hukumnya ibarat laki-laki.
Jika ditarik kesimpulan dari kedua pendapat di atas, aturan ziarah kubur bagi perempuan diperbolehkan. Namun kalau tidak sanggup untuk menahan tangisan dan emosi maka hukumnya menjadi makruh.

3.    Tata Cara Ziarah Kubur

Ø   Mengucapkan Salam
Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat, kemudian mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah kubur,
“Assalamu ‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas kalian di kawasan orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”
Ø  Membaca Yasin
Disunnahkan membaca surat Yasin ibarat yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah SAW bersabda, “Bacakanlah surah Yasin pada orang yang meninggal di antara kalian.”
Sebagian ulama menyatakan hadits ini dha’if. Imam Asy Syaukani dan Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan. Ibnu Taimiyah menyampaikan bahwa membacakan Al Alquran ini dilakukan ketika sakaratul maut, bukan sehabis meninggal.


Ø   Mendoakan si Mayat
Selanjutnya mendoakan untuk mayat usai membaca Al Alquran dengan impian sanggup dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika berdoa, hendaknya menghadap kiblat.
Saat berziarah kubur di Baqi’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa dengan lafazh, “Allahummaghfir li Ahli Baqi’il gharqad.”
Ø   Berziarah dalam Posisi Berdiri
Disunnahkan ketika berziarah dalam keadaan bangun dan berdoa dengan berdiri, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika keluar menuju Baqi’.
Selain itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kalau salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga aben bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” Sedangkan kalau berjalan di samping atau di antara pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.
Ø   Menyiramkan Air di Atas Pusara
Diperbolehkan menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan hadits berikut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan watu di atasnya.”  Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al Marasil, Imam Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mu’jam Al Ausath. Syaikh Al Albani menyatakan sanadnya besar lengan berkuasa di dalam Silsilah Ahadits Shahihah.
Sedangkan menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak dituntunkan oleh syari’at.

4.    Hikmah

Sebenarnya ziarah kubur itu banyak mengandung hikmah.

Karena selain mendoakan orang yang diziarahi, maka banyak pesan tersirat yang terkandung antara lain sebagai berikut:

·         Mengingatkan kepada kematian.
·         Mengambil suri tauladan.
·         Dengan ziarah kubur insan disadarkan kembali bahwa hidup di dunia ini akan berlanjut terus hingga di alam abadi dan amal di dunia sangat memilih keadaan di alam abadi kelak.
·         Meningkatkan kesadaran akan perlunya mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan sesama muslim.
·         Meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT





C.   TA'ZIAH

1.    Pengertian
Menurut bahasa, ta’ziyah bersumber dari akar kata ‘azza. Artinya, menghimbau semoga bersabar, atau membantu melapangkan dada seseorang yang sedang ditimpa musibah. Sedangkan berdasarkan istilah ta’ziyah yaitu menghimbau, menghibur, menyenangkan perasaan keluarga mayit semoga bersabar dan tulus menghadapi kepergian mayit.

2.    Hukum
"Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menghibur saudaranya yang ditimpa musibah, maka ia akan memperoleh pahala ibarat pahala orang yang ditimpa petaka tersebut." [HR Abdullah bin Mas’ud  r.a]
"Sesungguhnya Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Barang siapa menghibur saudaranya yang seiman kala ditimpa musibah, maka Allah akan mengenakan ia sebuah pakaian berhias dengan warna hijau menyenangkan di hari simpulan zaman kelak. Sahabat bertanya, ya Rasulullah, apakah yang menyenangkan itu? Dijawab oleh Rasulullah, yaitu sesuatu yang menciptakan orang iri padanya." [HR Anas r.a]

Dari kedua hadits di atas sanggup disimpulkan bahwa aturan ta’ziah yaitu sunnah. Para fuqaha pun setuju bahwa aturan ta’ziyah sunnah. Di bawah ini beberapa kutipan ringkas pendapat mereka:



Ad-Dardiri: "Disunatkan ta’ziyah untuk keluarga mayit."

Ibnu ‘Abidi: "Disunatkan ta’ziyah bagi siapa saja. Untuk perempuan tentu bagi yang tidak menimbulkan fitnah."

An-Nawawi: "Imam Syafi’i dan murid-muridnya beropini bahwa ta’ziyah hukumnya sunnah."


3.    Hikmah
o   Mengurangi beban mental yang harus mereka pikul akhir petaka itu.
o   Mempertebal korelasi persaudaraan sesama mukmin, sehingga terbuka kemungkinan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah.
o   Mendoakan dan memohonkan ampun bagi si mayit semoga Allah Subhanahu Wata'ala senantiasa mengasihinya.



BAB III

              PENUTUP


Kesimpulan
A.   Dalam pengurusan mayit meliputi:
Ø  Memandikan jenazah
Ø  Mengkafani jenazah
Ø  Mensholatkan jenazah
Ø  Menguburkan jenazah
B.   Ziarah kubur yaitu mendatangi kuburan dengan tujuan untuk mendoakan andal kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak usang lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga sanggup lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, tetapi tidak boleh meminta sesuatu kepada kuburan itu, lantaran itu akan menjadikan musyrik (menyekutukan Allah). Hukumnya dianjurkan bagi laki-laki.
C.   Istilah ta’ziyah yaitu menghimbau, menghibur, menyenangkan perasaan keluarga mayit semoga bersabar dan tulus menghadapi kepergian mayit. Hukumnya sunnah.






















DAFTAR PUSTAKA


Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid bab1, Jakarta: Bulan Bintang,1996
Ardani, Moch. Fikih Ibadah Praktis, Ciputat: Bumbu Dapur, 2008






[2] Al qamus al fiqih juz1, hal.160
[3] Al mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqhi juz1, hal.119

Jika Risih dengan berantakannya goresan pena diatas, silahkan d0wnl0ad file .word dibawah ini  


Sumber http://umin-abdilah.blogspot.com


EmoticonEmoticon