Sunday, November 10, 2019

√ Relasi Filsafat Pendidikan Dengan Ilmu Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Semua orang mempunyai ide-ide perihal benda-benda, perihal sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Banyak orang terdiam pada suatu waktu alasannya ada kejadian yang membingungkan dan kadang kala hanya alasannya ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh perihal soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa saya berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu dekat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau alasannya mekanisme, atau alasannya ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Untuk mendapatkan balasan atau pemecahan terhadap permasalahan telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran mirip idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh alasannya itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir perihal asumsi-asumsi kita yang mendasar (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B.        Rumusan Masalah
1.    Apakah dasar atau tujuan filosofi dalam pendidikan islam?
2.    Adakah pemikiran filsuf yunani yang mempengaruhi filosof islam dalam bidang filsafat pendidikan?
3.    Apa saja prinsip yang mendasari filsafat pendidikan islam dan non islam?
4.     Apa kandungan, sumber, dan syarat filsafat pendidikan islam?
C.       Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui dasar atau tujuan filosofi dalam pendidikan islam
2.    Untuk mengetahui pemikiran filsuf yunani yang mempengaruhi filosof islam dalam bidang filsafat pendidikan
3.    Untuk mengetahui apa saja prinsip yang mendasari filsafat pendidikan islam dan non islam
4.    Untuk mengetahui apa saja kandungan, sumber, dan syarat filsafat pendidikan islam


BAB II
PEMBAHASAN

      A.Pengertian Filsafat dan Pendidikan
     Istilah filsafat sanggup ditinjau dari dua segi.
1.                   Segi sistematik, filsafat berasal dari kata arab  yang berarti cinta akan hikmah/ilmu. Dan berasal dari bahasa Yunani “philo sophia” yang berarti pengetahuan, pesan yang tersirat (wisdom). Kaprikornus philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran, orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher ( فيلسوف  ).
2.              Segi praktis, filsafat yakni alam pikiran / alam berpikir, bahwa berfilsafat yakni berfikir secara mendlam dan sungguh-sungguh.
            Filsafat juga sebagai ilmu yang didalamnya mengandung empat pertanyaan: bagaimanakah, mengapakah, kemanakah dan aphttp://umin-abdilah.blogspot.co.id/akah. Dengan 4 pertanyaan tersebut ada 3 balasan yang diperoleh dalam jenis pengetahuan:
1.         Pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan) yang nantinya pengetahuan tersebut sanggup dijadikan pedoman.
2.         Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
3.         Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang digunakan (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan.
            Para filosof beropini mengenai pengertian filsafat:
·           Konsep Rene Descartes
       Filsafat yakni merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan insan menjadi pokok penyelidikannya.
·           Konsep Perancis Bacon
       Filsafat yakni merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
·           Konsep John Dewey (tokoh pragmatisme)
       Filsafat yakni suatu pengungkapan mengenai usaha insan secara terus menerus dalam upaya melaksanakan pembiasaan aneka macam tradisi diantara yang usang dan yang gres dalam suatu kebudayaan.[1]
            Pendidikan yakni bimbingan atau usaha sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si pendidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Ada juga beberapa filosof mengemukakan pengertian filsafat yang kaitannya dengan kasus pendidikan.
a.              John Dewey memandang pendidikan yakni sebagai salah satu proses pembentukan kemampuan dasar yang mendasar baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan/emosional)http://umin-abdilah.blogspot.co.id/ yang menuju ke arah watak manusia. Maka dari itu filsafat pendidikan sanggup juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. John Dewey juga memandang bahwa ada kekerabatan yang erat antara filsafat dengan pendidikan.
b.               Van Cleve Morns menyatakan bahwa pendidikan yakni studi filosofis alasannya ia intinya menyeluruh kepada setiap generasi tetapiia juga menjadi biro (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam mencapai hari atau masa depan yang lebih baik. Jadi kiprah dan fungsi pendidikan yakni harus sanggup menyerap, mengelola danmengalisa seta menjabarkan aspirasi dan idealis masyarakat ke dalam jiwa generasi penerusnya.
            Dengan demikian, filsafat dalam dunia pendidikan yakni filsafat yang memikirkan perihal kasus kependidikan. Untuk menuntaskan permasalahan kependidikan, ada 3 disiplin ilmu yang membantu filsafat dalam pendidikan yaitu:
a.              Etika atau teori perihal nilai
b.              Teori ilmu pengetahuan atau epistimologi
c.               Teori perihal realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan       yang disebut metafisika.
Menurut W.H. Kilpatrick filsafat dalam pendhttp://umin-abdilah.blogspot.co.id/idikan mempunyai 3 kiprah pokok:
1.              Memberikan kritik-kritik terhadap perkiraan yang dipegang oleh para          pendidik.
2.              Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan.
3.              Melakukan penilaian secara kritis perihal aneka macam metode pendidikan      yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang            telah dipilih.
            Adapun referensi dan sistem pemikiran filosofis kependidikan yang berdimensi mikro yakni yang menyangkut proses pendidikan yang mencakup 3 faktor yaitu: pendidik, anak didik dan alat-alat pendidikan yang bersifat materiil maupun non materiil. Dengan demikian akan tampak terang bahwa hasil pemikiran filsafat perihal pendidikan Islam itu merupakan pattern of mind (pola pikir) dari pemikir-pemikir yang bernafaskan Islam atau berkepribadian muslim.[2]
       B.Dasar atau Tujuan Filosofi dalam Pendidikan
            Dasar individu dan dasar sosial sanggup kita peroleh memalui berfikir secara induktif berdasarkan kenyataan atau realita yang terdapat pada individu atau masyarakat. Maka dasar filosofi ini kita peroleh melalui berfikir deduktif yang berdasarkan pada hal-hal yang umum yaitu kebenaran dan hasil refleksi atau perenungan di dalam filsafat selanjutnya yang diterapkan pada hal yang khusus di dalam masalah-masalah pendidikan. Misalnya tujuan pendidikan sanggup kita tentukan bedasarkan pandangan perihal hakikat insan sebagi hasil perenungan didalam filsafat kemanusiaan atau antopologi.
            Menurut prof. Kohustamin bahwa pendidikan yakni usaha untuk membentuk insan tidak hanya mehttp://umin-abdilah.blogspot.co.id/mperoleh dasar dan tujuannya dengan berdasarlan pada kebutuhan masyarakat melainkan juga sanggup memilih dasar dan tujuan secara apriori yaitu berdasarkan pandangan terhadap insan (mensbeschuwing) yang berlaku dalam tiap-tiap masyarakat.
            Tujuan pendidikan secara filosofi maka sesungguhnya kita telah memasuki dilema yang menjadi salah satu target yang utama dan filsafat dimana terdapat pertemuan antara pandangan filosofis dan pandangan paedagogik antropologi, dimana pendidikan dalam memilih tujuannya itu banyak menerima pinjaman dari setiap para filosof. Sebab didalam tujuan pendidikan, kita mempersoalkan insan atau bagaimana insan itu akan mencapai pendidikan yang telah dicita – citakan.
            Bahwa filsafat dalam pendidikan yaitu mempunyai kiprah untuk menemukan hakikat pendidikan akan berakhir pada inovasi kasus mudah yang ditelusuri dari masalah-masalah teoritis, walaupun tidak semua kasus mudah tersebut sanggup dipecahkan oleh filsafat pendidikan. [3]
            Beberapa aliran mendeskripsikan mengenai tujuan pendidikan itu tidak sama, ada yang progressive ( tujuan pendidikan untuk menjadikan anak didik yang berkualitas dalam menghadapi tantangan zaman ), essensialisme ( untuk membentuk pribadi senang dunia dan alam abadi ), dan perenalisme ( membuat anak didik yang bisa dan mengenal kejadian penting ).
       C.Pemikiran Filsuf Yunani yang Mempengaruhi Filosof Islam dalam Bidang            Filsafat Pendidikan
            Tidak perlu diragukan lagi bahwa pikiran – pikiran falsafah Yunanilah yang paling banyak dikaji dengan sungguh – sungguh oleh para filosof Muslim. Mereka merasa berhutang kebijaksanaan dan berterimakasih terutama kepada para filsof Yunani masa kemudian yang telah bersusah payah mhttp://umin-abdilah.blogspot.co.id/encari kebenaran. Para filosof Muslim yakni bahwa butir – butir kebenaran itu jumlahnya amat banyak dan tdak mungkin sanggup ditemukan oleh satu dua orang yang diberi kesempatan hidup sepanjang masa, dan tidak pula sanggup ditemukan oleh semua insan dalam satu masa terbatas. Pencarian butir – butir kebenaran itu membutuhkan kerja keras para pencari kebenaran sepanjang masa
            Setiap pencarian kebenaran mungkin hanya bisa mendapatkan sedikit saja dari butir – butir kebenaran itu, tapi kalau dihimpun satu demi satu dari kebenaran yang dijumpai, maka jumlahnya tertentu akan banyak. Pikiran – pikiran dalam falsafah Yunani terang menjadi materi kajian olehhttp://umin-abdilah.blogspot.co.id/ para filosof Muslim. Bila materi – materi yang dikaji yang berasal dari falsafat Yunani itu, mempunyai bentuk – bentuk atau rumusan – rumusan yang sejalan atau tidak bertentangan dengan fatwa – fatwa wahyu dalam Islam, maka materi – materi dengan bentuk demikian sanggup saja eksklusif diambil sepenuhnya menjadi kepingan dari filsafat Islam[4]
            Falsafat Aristoteles perihal Tuhan dijadikan materi kajian oleh para filosof Muslim dan tidak dibiarkan berbentuk mirip yang diajukan oleh Aristoteles, tetapi dikembangkan dan diberi bentuk yang sesuai atau sejalan dengan fatwa wahyu dalam Islam.
            Menurut filosof Yunani itu, Tuhan sebagai wujud yang Maha Sempurna hanya pantas mengetahui yang mahasempuma saja, yakni diri-Nya sendiri. la tidak pantas menunjukkan perhatian pada apa saja yang tidak mahasempurna dan oleh alasannya itu la tidak mengetahui selain diri-Nya. Falsafat AristoteIes perihal pengetahuan Tuhan ini terang berbeda dan bertentangan dengan fatwa wahyu dalam Islam, yang menegaskan bahwa Tuhan itu mengetahui segala sesuatu, diri-Nya dan apa saja selain diri-Nya, baik yang berada di langit maupun di bumi, baik ia besar maupun hanya sebesar atom. Semuanya diketahui oleh Tuhan. Oleh alasannya itu, para filosof Muslim sebagai filosof – filosof yang meyakini kebenaran Al-Quran ( alasannya diyakini berasal dari Tuhan Yang Maha Benar), tidak sanggup mendapatkan begitu saja falsafat Aristoteles perihal pengetahuan Tuhan. Mereka berupaya mengajukan falsafat yang menggambarkan bahwa pengetahuan Tuhan itu bukan hanya perihal diri-Nya sendiri, melainkan juga perihal segala sesuatu yang menjadi ciptaan-Nya.
            Contoh lain yakni paham reinkarnasi jiwa yang terdapat dalam falsafat Pitagoras dan Plotinus atau paham tidak  adanya kehidupan insan setelah matinya ( Hidup di alam abadi ) seperti dalam paham Demokritos dan Aristoteles.Kedua paham itu tidak sesuai dengan fatwa wahyu dalam Islam, dan oleh alasannya itu para filosof Muslim menolak paham reinkarnasi jiwa dan juga menolak paham yang mengingkari adanya akhirat. Untuk penolakan kedua paham tersebut mereka mengajukan argumen falsafi.
            Dengan demikian sanggup dipahami bahwa kekerabatan falsafat Yunani dengan Islam dalam Falsafat Islam sanggup diibaratkan mirip kekerabatan materi dan bentuk. Islam ( Yakin wahyu-Nya ) telah memberi bentuk kepada falsafat Yunani sehingga falsafat dengan bentuk yang gres itu tidak pantas lagi disebut dengan falsafat Yunani. la hanya pantas disebut falsafat Islam alasannya referensi – referensi fatwa Islam yang erat kaitannya dengan kasus – kasus falsafat, telah membentuk falsafat Yunani sedemikian rupa sehingga butir – butir falsafatnya tak ada lagi yang bertentangan dengan fatwa wahyu dalarn Islam.[5]
 D.Prinsip yang Mendasari Filsafat Pendidikan Islam dan Non Islam
            Enam prinsip filsafat pendidikan juga diperkenalkan oleh Al-Nadawi. Prinsip yang diperkenalkan olehnya mempunyai kegunaan untuk menyokong pondasi dalam memahami filsafat pendidikan Islam. Keenam prinsip tersebut yaitu sebagai berikut:
·                Studi dan penelitian haruslah berkaitan dengan konteks Al-Qur'an dan    ajaran Nabi Muhammad;
·                Adanya interaksi antara dua pihak yaitu murid dan guru. Guru di sini      sebagai orang yang menunjukkan pemahaman terhadap muridnya;
·                Aktivitas pendidikan haruslah berorientasi pada tujuan, meskipun            kadang-kadang dilakukan tanpa niat;
·                Pendidikan haruslah komprehensif dan lengkap yang mencakup      pertumbuhan individu dalam aneka macam sisi: rohani, biologis, intelektual, psikologis, dan sosial;
·                Pendidikan haruslah diberikan secara kontinyu atau seumur hidup,          meliputi rentang hidup individu dari lahir hingga mati
·                Pendidikan diarahkan ke tujuan memungkinkan individu untuk   melaksanakan aneka macam acara yang aman untuk membangun           masyarakat Islam dan peradaban Islam.[6]
Sedangkan prinsip yang mendasari Filsafat Pendidikan Non Islam yakni
a.       Menurut Socrates (470-399 SM)
Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan berdasarkan Socrates adalah:
·         Metode dialektis yang digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar
·         untuk berpikir secara cermat
·         untuk menguji coba diri sendiri
·         untuk memperbaiki pengetahuannya.
b.      Menurut Plato (427-347 SM)
            Bagi Plato, pendidikan yakni suatu bangsa dengan kiprah yang harus dilaksanakan untuk kepentingan negara dan perorangan. Bagi negara, beliau bertanggung jawab untuk menunjukkan perkembangan kepada warga negaranya sanggup berlatih, terdidik, dan mencicipi senang dalam menjalankan kiprahnya untuk melaksanakan kehidupan kemasyarakatan.
            Menurut Plato di dalam negara idealnya pendidikan memperoleh daerah yang paling utama dan menerima perhatian yang paling khusus bahkan sanggup dikatakan bahwa pendidikan yakni kiprah dan panggilan yang sangat mulia yang harus diselenggarakan oleh negara. Pendidikan itu sesungguhnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
            Dengan pendidikan, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang buruk, dengan pendidikan pula orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar, dan juga menyadari apa yang patut dan apa yang tidak patut, dan yang paling secara umum dikuasai dari itu semua yakni bahwa pendidikan mereka akan lahir kembali (they shell be born again).
c.       Menurut Aristoteles (367-345 SM)
            Menurut Aristoteles, biar orang sanggup hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal logika semata-mata akan tetapi soal memberi bimbingan kepada perasaan – perasaan yang lebih tinggi supaya mengarah kepada logika sehingga sanggup digunakan logika guna mengatur nafsu – nafsu. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik yakni yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan, kebahagiaan tertinggi yakni hidup spekulatif. Aristoteles juga menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan rendah, sebagaimana pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral.
            Menurut Aristoteles untuk memperoleh pengetahuan insan harus lebih dari binatang-binatang lain berdasarkan kekuatannya untuk berpikir, harus mengamati dan secara hati-hati menganalisa struktur-struktur, fungsi-fungsi organisme itu, dan segala yang ada dalam alam. Oleh alasannya itu prinsip pokok pendidikan berdasarkan Aristoteles yakni pengumpulan serta penelitian fakta-fakta suatu berguru induktif, suatu pencarian yang obyektif akan kebenaran sebagai dasar dari semua ilmu pengetahuan. Aristoteles berkata bahwa sebaiknya menunjukkan pendidikan yang baik bagi semua anak-anak[7]

E.            Kandungan, Sumber, dan Syarat Filsafat Pendidikan Islam
1.     Kandungan Filsafat Pendidikan Islam
Secara umum cakupan perihal filsafat pendidikan islam menyangkt kasus hal-hal sebagai berikut:
a.         Filsafat pendidikan islam mengandung perubahan dalam bentuk     proses pendidikan Islam menjadi lebih baik.
b.        Mengandung tujua untuk berusaha menyelaraskan antara pendidikan dan kebudayaan masyarakat.
c.         Tidak keluar dari makna yang terkandung dari dua prinsip diatas.[8]
2.       Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam
            Sumber-sumber yang sanggup dijadikan pegangan dan pedoman bagi Filsafat Penddikan Islam dalam  dibagi dalam dua kategori, yaitu sumber normatif dan sumber historis. Sumber normatif yakni konsep-konsep Fisafat Pendidikan Islam yang berasal dari al-Qur'an dan Sunnah, sedangkan sumber historis yakni pemikiran-pemikiran perihal Filsafat Penddikan Islam yang dambil dari al-Qur'an dan Sunnah yang sejalan dengan semangat fatwa Islam.
            Al-Qur'an sebagai sumber normatif filsafat pendidikan islam pertama dan utama merupakan petunjuk bagi kehidupan manusia. Istilah-istilah mirip iqra' (bacalah), 'allama (mengajarkan), al-qalam (pena), dan ya'lam (mengetahui) erat sekali hubungannya dengan pendidikan.
            Sementara itu, Sunnah sebagai sumber normatif kedua senantiasa menunjukkan perhatian yang besar terhadap kasus pendidikan. Salah satu konsep pendidikan yang ditawarkan Rasulullah yakni konsep pendidikan tanpa batas (no limits education),baik tanpa batas dalam arti ruang (tempat) maupun tanpa batas dalam arti waktu, yang sering disebut pendidikan sepanjang hayat (long life education).
            Selain melalui hadis-hadisnya, Rasulullah sendiri sesungguhnya merupakan figur seorang pendidik yang besar. Robert L. Gullick dalam Muhammad The Educator menulis: "Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbing insan menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar... Tidak sanggup dibantah lagi bahwa Muhammada sungguh tela melahirkan ketertiban dan kestabilan yang mendorong perkembangan budaya Islam, suatu revolusi yang mempunyai tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang... Hanya konsep pendidikan yang dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad di antara pendidik-pendidik besar sepanjang masa."[9]

            Sementara itu,hal-hal yang sanggup dipandang sebagai sumber historis bagi filsafat pendidikan islam terdiri dari hal-hal berikut.
a.                   Hasil-hasil kajian ilmiah mengenai watak manusia, tingkah lakunya,                    proses pertumbuhannya, kemampuan-kemampuannya, dan lain-lain,                  baik yang bersifat biologis, psikologis, maupun sosiologis, yang                         senantiasa harmonis dan seorientsi dengan iman dan nilai-nilai fatwa              islam.
b.                   Hasil-hasil kajian ilmiah dalam bidang pendidikan mengenai proses                     berguru manusia, dan aneka macam corak kajiannya yang tidak bertentangan                dengan semangat fatwa Islam.
c.                   Pengalaman-pengalaman keberhasilan kaum Muslimin dalam bidang                   pendidikan.
d.                  Prinsip-prinsip yang menjadi dasar filsafat polotik Islam, ekonomi                        Islam,dan sosiologi Islam yang diterapkan dalam masyarakat Muslim.
e.                   Nilai-nilai dan tradisi-tradisi sosial budaya masyarakat Muslim yang                    tidak menghambat kemajuan dan perubahan.[10]
            Dari beberapa sumber historis ini, berdasarkan Langgulung, yang perlu diperhatikan yakni bahwa sumber-sumber itu selaras semangat fatwa Islam, relevan dengan masyarakat Muslim, merupakan hasil pengalaman insan yang saleh, telah melewati masa percobaan yang lama, bersifat menyeluruh dengan memperhatikan aspek sosial budaya, ekonomi, politik masyarakat Muslim, hasil seleksi sehingga mempunyai nilai gna dan manfaat, tidak mengandung unsur-unsur yang kontradiktif dengan ideologi Islam, bersifat terang dan relistis, fleksibel serta sanggup dikembangkan berdasarkan kebutuhan masyarakat muslim.[11]
3.       Syarat Filsafat Pendidikan Islam
Secara garis besar syarat-syarat filsafat pendidikan islam menyangkut masalah:
a.                   Prinsip, kepercayaan dan kandungannya, sesuai dengan ruh atau                          spiritual islam
b.                  Filsafat pendidikan islam itu berkaitan dengan realitas masyarakat dan                 kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi dan poitiknya.
c.                    Bersifat terbuka
d.                  Dalam pembinaannya berdasarkan hasil dan pengaaman yang lama.
e.                   Bersifat universal
f.                    Menyangkut segala disiplin ilmu pengetahuan.
g.                   Tidak bertentangan dengan prinsip dan kepercayaan.[12]




BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
            Ajaran islam yang memuliakan insan menjadi misi pendidikan islam, terwujudnya insan yang sehat jasmani, rohani , dan logika pikiran, serta mempunyai ilmu pengetahuan, keterampilan, sopan santun yang mulia, keterampilan hidup ( Skill life ) yang memungkinkan sanggup memanfaatkan aneka macam peluang yang diberikan oleh Allah termasuk pula mengelola kekayaan alam yang ada di darat, di laut, bahkan di ruang angkasa yakni merupakan misi pendidikan Islam.
            Sedangkan dasar atau tujuan filosofi dalam pendidikan Islam dapat kita peroleh memalui berfikir secara induktif berdasarkan kenyataan atau realita yang terdapat pada individu atau masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Syadali, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997.
Ariffin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003.
Dahlan, Abdul Aziz. Pemikiran Falsafi dalam ISLAM. Jakarta: Djambatan. 2003.
Rahmat, Jalaluddin. Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus. Bandung. 1998.
Al-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: ar-Ruzz Media. 2011.



                [1] Drs. H. Ahmad Syadali, M.A., Filsafat Umum, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm 16-17
                [2] Prof. H. Muzayyin Ariffin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT, Bumi Aksara, 2003, hlm 9- 10
                [3] Ibid. Hlm 20 -22
[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Falsafi dalam ISLAM. Jakarta: Djambatan, 2003. Hlm, 37
                [5] Ibid. Hal. 38
                [7] http://Sobat-berbagi.blogspot.co.id/2012/05 27 sep 2015
[9] Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus, Cet. IX, (Bandung,1998), hlm. 113
[10] Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, hlm. 43-46 dan Hasan Langgulung, asas-asas pendidikan islam, hlm. 44-45
[11] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. 2011. Yogyakarta: ar-Ruzz Media. Hlm. 33-38

Sumber http://umin-abdilah.blogspot.com


EmoticonEmoticon