Tuesday, January 21, 2020

√ Makalah Qashash Al - Quran (Kisah Dongeng Dalam Al - Quran)

Segala puji bagi allah SWT atas segala rakhmat dan karunianya yang telah kami dapatkan √ Makalah Qashash Al - Alquran (Kisah Kisah Dalam Al - Quran)

Segala puji bagi allah SWT atas segala rakhmat dan karunianya yang telah kami dapatkan, sehingga kami sanggup menyelsaikan makalah ini yang berjudul “QISHASH AL – QURAN “ kami sebagai penyusun berharap somoga makalah ini sanggup membantu pembaca dalam mempelajari tafsir. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada dosen selaku pembimbing yang telah membimbing kami sehingga kami dapa menyelsaikan makalah ini. Oleh lantaran itu, kami berharap kepada para pembaca untuk senantiasa memperlihatkan masukan atau kritik dan saran semoga kedepannya makalah yang kami buat lebih baik dari yang sebelumnya.
Wassalamualaikum Wr, Wb.


Jakarta, 9 November 2017


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Kehidupan insan cukup umur ini, semakin kompleks. Bermacam-macam barang gres dari elektronik, teknologi dan sains terus bermunculan. Manusia selalu berkembang dan terus berkembang. Menengok kisah-kisah insan dahulu, nenek moyang kita. Belum ada handphone untuk sekadar menanyakan kabar kerabat yang berada di luar negeri. Namun dikala ini, di belahan dunia manapun, insan sanggup saling berkomunikasi dan menjelajahi benua lain.

Manusia tidak sanggup lepas dari masa lalu. Pentingnya kisah, dongeng atau isu orang-orang terdahulu untuk sebagai materi koreksi, mawas diri dan berbenah diri. Menuju insan yang lebih bermartabat dan memberi manfaat. Sehingga patut kita melestarikan adanya kajian Al-Quran serta merenung artinya. Sebagaimana firman Allah Surat Muhammad ayat 24
افلا يتدبرون القران ام على قلوب اقفالها
Maka apakah mereka tidak merenungkan Al Alquran ataukah hati mereka terkunci.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa definisi Qashash Al Qur’an
2.      Bentuk-Bentuk Kisah Dalam al-Qur’an
3.      Manfaat Kisah-Kisah al-Qur’an
4.      Hikmah Pengulangan kisah
5.      Hubungan Qhashash Al-Qur’an Dan Israilliyat

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI QASHASH Al-QUR’AN

a. Pengertian Etimologi
Qashash al-Qur’an merupakan kata yang tersusun dari dua kalimat yang berasal dari bahasa arab, yakni dari kata Qashash dan al-Qur’an. Kata qashash merupakan jamak dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat[1]. Kalimat qishash bentuk plural dari kata qish-shah[2], apabila disambung dengan al-Qur’an maka boleh dibaca qashash atau qishash, maka menjadi qashashul Qur’an atau Qishashul Qur’an, kedua-duanya dalam bahasa Indonesia berartikisah-kisah al-Qur’an.

Kata kisah mempunyai persamaan makna dalam bahasa arab dengan lafaz sejarah, tarikh, sirah, dan atsar[3]. akan tetapi kata-kata itu tidak terdapat dalam al-Qur’an, hanya kata kisah yang digunakan al-Qur’an sehabis menceritakan suatu rangkaian, baik itu kisah Nabi dengan umatnya maupun kisah-kisah lainnya.

Maka kisah secara bahasa mempunyai banyak arti ada yang artinya mengikuti jejak, isu yang berurutan dan urusan, berita, perkara, dan keadaan.Jadi, dari keterangan kata kisah berdasarkan bahasa, dapatlah dikatakan bahwa kisah al-Qur’an yaitu kisah-kisah yang tedapat dalam al-Qur’an.

b. Pengertian Terminologi
Imam Fakhruddin al-Razi mendefinisikan kisahal-Qur’an sebagai kumpulan perkataan-perkataan yang memuat petunjuk yang membawa insan kepada hidayah agama Allah dan memperlihatkan kepada kebenaran serta memerintahkann untuk mencari sebuah keselamatan[4]. Ada juga yang mendefinisikan dengan pemberitaan al-Qur’an perihal hal ihwal umat yang telah lalu, Nubuwat/Kenabian yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi[5].

Sementara yang lain menyerupai Quraish Shihab dalam buku Kaidah Tafsirnya menyampaikan bahwa kisah al-Qur’an yaitu menelusuri insiden atau insiden dengan jalan memberikan atau menceritakannya tahap demi tahap sesuai dengan kronologi kejadiannya[6]. Musa Syahin Lasin mendefinisikan dengan cerita-cerita al-Qur’an perihal keadaan umat-umat dan para Nabi-Nabiterdahulu, serta kejadian-kejadian aktual lainnya[7].

Dari beberapa definisi di atas, bahwasannya kisah al-Qur’an itu informasi dari al-Qur’an yakni dari Allah yang terdapat dalam al-Qur’an untuk seluruh insan yang mau menimbulkan al-Qur’an petunjuk hidup, informasi itu perihal kisah umat-umat terdahulu, perihal kenabian, orang-orang yang tidak sanggup dipastikan apakah mereka dari golongan Nabi atau orang-orang pilihan, juga menceritakan perihal peristiwa-peristiwa yang usang terjadi termasuk peristiwaperistiwa yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad, jadi kisah al-Qur’an itu berisi pelajaran bagi insan untuk membawa kepada petunjuk agama yang alhasil insan hingga kepada jalan keselamatan dunia akhirat.

B. BENTUK – BENTUK KISAH DALAM AL-QURAN

Nur Faizin membagi kisah al-Qur’an terdiri dari beberapa bentuk[8], demikian juga Muhammad Chirzin dalam bukunya al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an[9], yaitu:
1.   Kisah para Nabi terdahulu. Kisah mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, perilaku orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan syariat yang dibawa Nabi mereka, menyerupai kisah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Nabi Isa dan Nabi-Nabi yang lainnya.
2.      Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi yang bukan termasuk Nabi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, menyerupai kisah Maryam, Dzulqarnain, Lukmanul Hakim, dan Ashabul Kahfi.
3.   Kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulallah, menyerupai perang Badar, Uhud, Ahzab, dan perang Bani Nadzir.

C. MANFAAT KISAH – KISAH AL-QURAN

Salah satu tujuan Allah memberikan kisah yaitu semoga insan mau berfikir dan mengambil ibrah. Kisah dalam al-Qur’an bukanlah suatu dongeng yang hanya bernilai sastra yang sangat tinggi saja, tetapi juga merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuannya, sedangkan tujuan pokok dari kisah al-Qur’an yaitu pencapaian hidayah Allah bagi manusia, semoga insan mau mencar ilmu dari kisah tersebut dan menerima hidayah dari Allah[10]. Kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an mempunyai tujuan dan banyak banyak mamfaat [11]. tujuan pokok dari kisah al-Qur’an dan mamfaatnya ini diantaranya[12]:

1.      Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokokpokok syariat yang dibawa oleh para Nabi Allah untuk umatnya, firman Allah

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kau melainkan Kami wahyukan kepadanya "Bahwasanya tidak ada Tuhan (Yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"[13].
2.      Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya atas agama, meneguhkan kepercayaan orang-orang yang beriman perihal menangnya kebenaran serta musnahnya kebatilan bersama orang-orang pembelanya, firman Allah:

وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۚ وَجَآءَكَ فِى هَٰذِهِ ٱلْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah tiba kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”[14].
3.   Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwanhya dengan apa yang diberitakan perihal informasi orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.
5.  Mengungkap kebohongan para jago kitab dengan hujjah yang menyingkap keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu dirubah dan diganti. Allah berfirman:
كُلُّ ٱلطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَٰٓءِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ ٱلتَّوْرَىٰةُ ۗ قُلْ فَأْتُوا۟ بِٱلتَّوْرَىٰةِ فَٱتْلُوهَآ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
“Semua masakan yaitu halal bagi Bani Israil melainkan masakan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.Katakanlan "(Jika kau menyampaikan ada masakan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, kemudian bacalah Dia jikalau kau orang-orang yang benar"[15].
6.  Kisah sanggup menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesanpesan yang terkandung didalamya ke dalam jiwa manusia. firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصْدِيقَ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.Al Alquran itu bukanlah dongeng yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”[16].

D. HIKMAH PENGULANGAN KISAH – KISAH

Dalam al-Qur’an akan dijumpai pengulangan kisah, tetapi kisah yang berulang itu disajikan dalam bentuk yang berbeda-beda, terkadang disatu daerah ada bagian-bagian tertentu yang didahulukan dari sebuah kisah dan ditempat lainnya diakhirkan, dan ada juga suatu kisah dalam satu daerah diceritakan dalam bentuk yang sangat singkat tetapi ditempat lain muncul lagi kisah yang sama dalam bentuk yang lebih pajang uraiannya sehingga lebih lengkap lagi informasi dari sebuah kisah yang dikemukakan al-Qur’an. Tentu Allah tidak mengulang kisah tanpa mempunyai nasihat tertentu. Pengulangan itu mengandung multi fungsi dan misi[17], antara lain sebagai berikut:


  1.  Menguatkan kesadaran atau ingatan terhadap subtansi kisah tersebut.
  2.  Pengulangan kisah itu merupakan salah satu bentuk kemukjizatan al- Qur’an, lantaran pengulangan kisah yang sama dalam aneka macam kesempatan dengan gaya bahasa dan misi yang berlainan sulit bahkan tidak mungkin dilakukan oleh insan biasa
  3. Sahabat Nabi yang gres masuk Islam sanggup mendengar lansung klarifikasi Rasul ketika ayat qashash diturunkan kesekian kalinya, lantaran mungkin mereka belum mendengar kisah itu dikala turun ayat qashash sebelumnya.
  4. Minimnya orang yang hafal seluruh al-Qur’an, dengan adanya pengulangan kisah barangkali orang yang hanya hafal satu surat bias memahami lebih gampang surat lain yang memuat kisah yang sama
  5. Terkadang qashash tidak dikisahkan sekaligus tepat dengan alur maju, tetapi diceritan potongan kisah dibeberapa daerah yang berbeda sesuai konteksnya, semoga tidak melelahkan sekaligus memperjelas misi.
  6. Kisah yang diceritakan al-Qur’an secara terpisah sanggup dijadikan pelajaran oleh umat Islam secara umum, sesuai dengan ragam problema yang dihadapi, sekaligus diubahsuaikan dengan tingkat strata pemahaman, strata sosial, atau strata ilmiah yang berbeda.

Sebenarnya banyak sekali nasihat dari pengulangan kisah al-Qur’an, menyerupai lainnya lagi untuk memperlihatkan kebalaghaan al-Qur’an dalam tingkat yang sangat tinggi, memperlihatkan kehebatan mukjizat al-Qur’an, dan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan[18]. Dari klarifikasi di atas terlihat bahwa suatu kisah itu bekerjsama berulang-ulang tetapi berlainan makna yang ingin disampaikannya, satu kisah diungkapkan disuatu daerah untuk memberikan makna tertentu dan ditempat lain makna gres lagi, lantaran suatu kisah itu mempunyai banyak makna dan buah nasihat yang ingin disampaikan.

E. HUBUNGAN QASHASH AL-QURAN DAN ISRAILIYYAT

Pada masa Rasullullah hidup, para sobat manakala menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat di dalam al-Qur’an mereka eksklusif bertanya kepada Rasul.Kemudian Rasul menjawabnya dan memperlihatkan klarifikasi terhadap makna kandungan ayat tersebut.Penafsiran al-Qur’an pada masa Rasul yaitu klarifikasi secara eksklusif oleh dia sendiri, lantaran orang yang memahami Al-Quran yaitu Rasullullah.Keadaan ini berlangsung hingga Rasul wafat.

Ketika Rasul wafat, para sobat banyak menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat.Sumber penafsiran pada masa sobat yaitu mereka memakai al-Qur’an dan Hadits Rasul, mereka juga menanyakan kepada sobat yang terlibat eksklusif serta yang memahami ayat tersebut.Apabila hal tersebut tidak ditemukan, mereka melaksanakan ijtihad yaitu yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual dan juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Sedangkan sumber penafsiran pada masa tabi’in yaitu dengan memakai al-Qur’an, Hadits Rasul yaitu apa yang diriwayatkan Sahabat dari Rasullulah, dari apa yang diriwayatkan sobat dari tafsir mereka dan melaksanakan ijtihad yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits. Dan juga mengambil dari Ahli kitab yang berdasarkan kitab mereka.Selain mereka bertanya kepada sahabat, mereka juga menanyakan beberapa masalah, menyerupai kisah-kisah yang tercantum dalam al-Qur’an dan kisah-kisah umat terdahulu kepada tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah memeluk Islam yaitu orang Yahudi dan Nasrani.Hal inilah yang kemudian menjadi awal lahirnya Israiliyat.

Ditinjau dari segi bahasa, kata Israiliyat bentuk jamak dari kata isrâîlyyât berarti Hamba Tuhan, yaitu nama lain dari Nabi Ya’qub As[19]. Ungkapan Bani Israil dalam al-Qur’an menyerupai dalam surat al-Maidah : 78, al-Isra’ : 2 dan 4, juga al-Naml : 76 merujuk pada keturuan Nabi Ya’qub yang kemudian dikenal dengan nama Yahudi[20]. Dalam sejarah disebut bahwa Nabi Ya’qub dikaruniai 12 orang anak, salah satu putranya yang menonjol berjulukan Yahuda yang kemudian dijadikan sebutan bagi keturunan Nabi Ya’qub[21]. Sementara dari pengertian secara terminologi israiliyat yaitu pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari Yahudi dan Kristen yang terdapat dalam kitab Injil, penjelasan-penjelasan injil, kisah-kisah para Nabi, dan yang lainnya[22].Ada juga yang menyampaikan bahwa israiliyat yaitu dampak kebudayaan yahudi dan Kristen terhadap tafsir[23]. Kaum yahudi bukan hanya kitab taurat, akan tetapi ada nash-nash dan teks-teks lainnya yang tidak ditulis yang terdapat pada masa Nabi Musa akan tetapi melalui musyafahah, sehingga didapatilah kisah-kisah, sejarah-sejarah, tasyri’,cerita-cerita dan lain sebagainya[24]. kisah israiliyat sering masuk kedalam penafsiran ketika al- Qur’an berbicara perihal kisah dalam al-Qur’an.

Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, macam-macam dongeng israiliyat itu terbagi menjadi tiga yaitu dongeng israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Seperti nama guru Nabi Musa a.s yaitu Nabi Khaidir, israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya lantaran bertentangan dengan syari’at, maka itu ditolak dilarang diterima[25]. israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan, tidak didustakan dan juga tidak dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya. Sebagaimana Sabda Nabi yang artinya:

 “Janganlah kau membenarkan (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi katakanlah ‘ Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami...”(HR.Bukhari).
Seperti nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, tongkat nabi Musa dari pohon apa, nama burung yang dihidupkan Allah kepada Nabi Ibrahim, nama sapi yang dipukul oleh Bani Israil dan lain sebagainya[26]. Memberikan pelajaran dan peringatan merupakan tujuan dari kisah al- Qur’an, tetapi kisah di dalam al-Qur’an bukanlah kisah yang disebut secara terperinci, hanya menyebutkan pembelajaran global atau menyebutkan penggalan tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebagaiman kisah penciptaan alam raya yang tidak diceritakan secara mendetail dari proses pewahyuan, bagaimana asal mulanya, kapan penciptaan tersebut dan proses selanjutnya.

Kemujmalan kisah Qur’an menyerupai itu menciptakan seseorang merasa ingin mengetahui perincian insiden yang lebih detail lagi. Maka dengan rasa impian tahu yang tinggi untuk mengetahui suatu dongeng dalam al-Qur’an dengan lebih rinci lagi sebagaimana sebuah novel atau sejarah yang diceritakan, alhasil mencari sumber lain selain al-Qur’an dan sunnah Rasulallah. Meskipun mendetail tidak begitu urgen, lantaran ia bukanlah tuntunan agama, lantaran Islam hanya memerintahkan untuk mempercayai dan meneladani semua yang termaktub dalam al-Qur’an tanpa berpantasi atau mengarang sesuatu yang tidak terang kebenarannya.
 
Bila dihayati, kisah Qur’an yang global sudah cukup menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia, lantaran kisah tersebut memuat hal-hal penting atau subtansi sebuah kisah yang lengkap dan detail, bahkan terkadang menceritakan sebuah kisah secara rinci malah sering mengaburkan subtansi pesan kisah yang ingin dicapai. Dengan rasa ingin tahu yang berpengaruh terhadap rincian kisah al-Qur’an, merupakan factor masuknya kisah-kisah israiliyat dalam penafsiran al-Qur’an.

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Qashash Al-Qur’an merupakan pemberitaan Qur’an perihal hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwwat ( kenabian ) yang terdahulu dan peristiwa–peristiwa yang telah terjadi. Qur’an banyak mengandung keterangan–keterangan perihal insiden pada masa lalu, sejarah bangsa–bangsa, keadaan negeri–negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.

Manfaat Qashash dalam Al-Qur’an yaitu sebagai petunjuk dari Allah yang diemban para Nabi dan Rasul Allah sebagai klarifikasi syari’at keislaman mereka. Pengaruh kisah Al-Qur’an terhadap pendidikan yaitu paling tepat dengan memberikan kisah-kisah Al-Qur’an tersebut, maka seorang pendidik sanggup mengungkapkannya dengan metode yang sesuai dengan tingkat berpikir para pelajarnya atau sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.

2.      Saran
Berdasarkan penguraian perihal qashash al-Qur’an diatas, menceritakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sebagai metode pembelajaran pendidikan agama terutama untuk para pendidik yaitu cara yang tepat mengingat usia bawah umur yang sanggup lebih menyerap kisah tersebut dan akan berlanjut dari pembicaraan mereka dengan individu lainnya.

Semoga makalah yang kami susun sanggup bermanfaat bagi para pembaca dan sanggup memperlihatkan pengetahuan perihal Qasas Al-Qur’an. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh lantaran itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


[1]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, ( Surabaya : Progressif, 1997 )1126.
[2]Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafad Min Qashash Al-Qur’an Wa As-Sunnah, Jil. I, (Beirut :Muassasa Al Risalah, 2002).
[3]Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 ).
[4]Fakhruddin al-Razi, Mafâtîhu al-Ghaib, Cet. III, 1420 H, 250.
[5]Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’anCet. I, ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 ).
[6]M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Cet. I (Tangerang : Lentera Hati, 2013) 319.
[7]Musa Syahin Lasin, Al-Lâlil Hisan Fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Darusy Syuruq, 219.

[8]Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (JawaTimur : Azhar Risalah, 2011) 156-163
[9]Muhammad Chirzin, Al-Qur’an Dan ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), , 119
[10]Mustafa al-Bagha danMahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II ( Damskus : Darl Ulumul Insaniyah, 1998 ) 186
[11]Moh. Samin Halabi, Keagungan Kitab Suci al-Qur’an, Cet. I (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) 96-121.
[12]Mustafa al-Bagha danMahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II ( Damskus Darl Ulumul Insaniyah, 1998 ) 183-186
[13]Q.S. al-Anbiya’ : 25
[14]Q.S. Hud : 120
[15]Q.S. Ali Imran : 93
[16] Q.S.Yusuf : 111
[17]Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (JawaTimur : Azhar Risalah, 2011) 169-170
[18]Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 ) 55-56
[19]Ibnu Khaldum, Tarikh Ibnu Khaldum, ( Beirut : Dar Al-Fikr, 1981 ) 92
[20]Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Ibnu Katsir, Cet.I (Bandung : Pustaka Setia, 1999) 21
[21]Ibrahim Abdurrahman Muhammad Khalifah, Dirasat Fi Manahij Al-Mufassirin, ( Kairo : Maktabah Al Azhariyah, 1979 ) 318-319
[22]Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyyat Wa Al-Maudu’at Fi Qutub Al-Tafsir (Kairo : Maktabah Al-Sunnah, 407 H, 13-14.
[23]Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun (Mesir : Dar Al-Mktub Al-Haditsah, 1976)165
[24]Ibid, 175
[25]Ibid.180
[26]Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun (Mesir : Dar Al-Mktub Al-Haditsah, 1976) 187



Sumber http://coretanaktif.blogspot.com/


EmoticonEmoticon