Dimensi Nilai dan Sikap (Values and Attitudes) terdiri atas nilai substansif dan nilai prosedural. Nilai substantif yaitu keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar, bukan sekedar menanamkan atau memberikan informasi semata. Nilai-nilai prosedural yang perlu dilatih atau dibelajarkan antara lain nilai kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran dan menghargai pendapat orang lain.
Bentuk Penilaian Ketrampilan Proses Sains
Apa yang dinilai dan bagaimana menilai? Pertanyaan singkat ini sangat perlu untuk dijawab kalau ingin menilai ketrampilan proses sains siswa SD/MI. Kesalahan menilai akan menjadikan pula kesalahan menarik kesimpulan. Permasalahannya ialah bentuk evaluasi yang bagaimana yang cocok untuk evaluasi ketrampilan proses siswa. Pada dasarnya ada tiga jenis evaluasi berdasarkan perbedaan tujuan dan perbedaan waktu pelaksanaannya yaitu evaluasi diagnostik, evaluasi formatif, dan evaluasi sumatif (Linn & Grounlund, 1995).
Pertama, evaluasi diagnostik yaitu evaluasi yang merupakan titik awal untuk memilih tingkat kompetensi siswa, mengidentifikasi siapa yang telah menguasai hasil mencar ilmu yang dipersyaratkan, dan memilih siswa dalam kelompok kecil untuk pembelajaran khusus.
Kedua, evaluasi formatif yaitu evaluasi yang berlangsung selama pembelajaran berlangsung. Hasilnya dipakai untuk rnemonitor kemajuan mencar ilmu selama acara pembelajaran dan memperlihatkan umpan balik (feedback) secara berkesinambungan kepada siswa dan orang tua. Karena sifat evaluasi formatif yaitu untuk peningkatan/perbaikan proses pembelajaran bagi guru dan siswa maka harus diperhatikan frekuensi penggunaannya untuk umpan balik dalam acara yang sedang berlangsung.
Ketiga, evaluasi sumatif yaitu evaluasi pada tamat unit pembelajaran yang berfungsi untuk :
a. memilih kemajuan kompetensi dan bakteri mencar ilmu yang dicapai siswa,
b. landasan untuk memilih peringkat kalau diperlukan, dan
c. menciptakan laporan kcberhasilan siswa kepada orang renta berupa raport atau transkrip nilai (Bloom, Madaus & Feasting, 1981).
Penilaian ketrampilan proses sains sama dengan evaluasi hasil mencar ilmu pada umumnya yakni dari segi fungsinya sanggup sebagai evaluasi formatif, sumatif, dan diagnostik. Sedangkan dalam perakitan instrumen juga berpedoman pada kriteria instrumen yang baik yakni validitas, reliabilitas dan kepraktisan instrumen. Perbedaan dari produk Sains terletak pada fokus evaluasi perbedaan dan bentuk instrumen yang digunakan.
Bentuk instrumen evaluasi yang dipakai sanggup bervariasi bergantung pada jenis ketrampilan proses apa yang akan direkam datanya. Seperti telah diuraikan bahwa evaluasi hasil mencar ilmu siswa mempunyai banyak tujuan sehingga dibutuhkan pula banyak sekali bentuk instrument.
KECAKAPAN PROSES IPA
IPA tidak sanggup diajarkan sebagai suatu materi pengetahuan, yang disampaikan dengan metoda ceramah, melainkan melalui pembelajaran siswa aktif. Model pembelajaran inovasi (discovery-inquiry) merupakan pembelajaran siswa aktif, dimana siswa mencar ilmu dan berlatih untuk mempunyai dan menguasai konsep-konsep dasar sains secara tuntas (mastery learning).
Tujuan pendidikan sains di Sekolah-sekolah hendaknya lebih menekankan kepada pemilikan kecakapan proses atau kecakapan generik dibandingkan dengan penguasaan konsep, lantaran kecakapan generik merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa, supaya siswa sanggup mempelajari bidang studi lainnya sesuai dengan minatnya. Kecakapan generic yang dimiliki setiap siswa akan berfungsi menjadi alat bagi mereka untuk menggali konsep-konsep keilmuan yang diminatinya, pada jenjang-jenjang pendidikan berikutnya.
Adapun kecakapan proses yang harus dimiliki siswa yaitu :
1. Kecakapan observasi
2. Kecakapan pembagian terstruktur mengenai
3. Kecakapan Pengukuran
4. Kecakapan memprediksi
5. Kecakapan inferensi (pengambilan kesimpulan)
6. Kecakapan menciptakan hipotesa
7. Kecakapan komunikasi
8. Merancang Penelitian
9. Interpretasi data.
Selain penguasaan konsep dan kecakapan proses yang merupakan keterampilan ilmiah, siswa juga seharusnya memperoleh nilai religius, lantaran intinya IPA yaitu bagaimana mempelajari ciptaan Allah SWT. Rasa keingintahuan untuk mengamati fenomena alam, nilai kejujuran harus menempel pada diri seorang saintiS.
Model Inquiry
Ada banyak model pembelajaran sain atau IPA. Diantaranya model inquiry. Pembelajaran IPA berbasis inkuiri dideskripsikan dengan mengajak siswa dalam acara yang akan berbagi pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA sebagaimana para saintis mempelajari dunia alamiah.
Trowbridge, et al. (1973) mengajukan tiga tahap pembelajaran berbasis inkuiri. Tahap pertama yaitu mencar ilmu diskoveri, yaitu guru menyusun duduk kasus dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alterna-tif. Tahap kedua inkuiri terbimbing (guided inquiry), yaitu guru me-ngajukan duduk kasus dan siswa memilih penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, yaitu inkuiri terbuka (open inquiry), yaitu guru hanya memperlihatkan konteks duduk kasus sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya.
Menurut NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri mencakup acara observasi, mengajukan pertanyaan, menyidik buku-buku dan sumber-sumber lain untuk melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan, merangkum apa yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, memakai alat untuk mengumpulkan, menganalisis dan interpretasi data, mengajukan jawaban, penjelasan, prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari pandangan pedagogi, pengajaran IPA berorientasi inkuiri lebih mencerminkan model mencar ilmu konstruktivis. Belajar yaitu hasil perubahan mental yang terus mene-rus sebagaimana kita menciptakan makna dari pengalaman kita.
Menurut NSTA & AETS (1998) jantungnya inkuiri yaitu kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Karena itu dalam pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanyaan open ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampilan bertanya dan mendengarkan secara efektif penting untuk keberhasilan mengajar.
Akhirnya, banyak sekali model, pendekatan atau taktik apapun dalam pembelajaran, harus disajikan guru dalam kemasan yang menarik sehingga membangun minat siswa untuk belajar. Jika guru, sudah menerapkan 3 prinsip taktik pembelajaran IPA, yaitu memahami konsep ilmiah, keterampilan ilmiah dan nilai religius dengan model pembelajaran IPA yang menggugah selera mencar ilmu siswa, maka nilai akademis pun mudah-mudahan akan diraih.
1. Mengamati (Observasi)
Observasi yaitu ketrampilan proses dasar sains yang sangat penting untuk mengenal dunia luar yang menakjubkan. Kita mengamati setiap obyek dan fenomena alam melalui pancaindera: penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, dan peraba. informasi yang diperoleh akan mengarah pada perilaku ingin tahu, munculnya pertanyaan, dan penafsiran perihal lingkungan sekitar, yang mendorong anak untuk pemeriksaan lebih jauh. Kemampuan mengamati yaitu ketrampilan proses Sains yang paling dasar dan sangat penting untuk pengembangan ketrampilan proses yang lainnya menyerupai prediksi, klasifikasi, komunikasi, dan inferensi.
2. Mengelompokkan (Klasifikasi)
Untuk memahami secara menyeluruh sejumlah objek, peristiwa, dan makhluk hidup di sekeliling kita, sangat dibutuhkan adanya pengelompokan atau penggolongan yang teratur. Pengelompokan tersebut sanggup dimulai dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan keterkaitan antara satu obyek dengan yang lainnya. Penduduk suatu kawasan sanggup diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya. Ada banyak sistem pembagian terstruktur mengenai yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, contohnya penggunaan “yellow page” (halaman kuning) pada koran atau tabloid tertentu, system Desimal Dewey untuk pembagian terstruktur mengenai buku perpustakaan, atau pengaturan banyak sekali barang dalam supermarket, dan banyak lagi yang lainnya. Guru sanggup juga mengelompokkan siswa sesuai tingkat pengetahuan yang dimiliki. Bahkan, pembagian terstruktur mengenai merupakan ketrampilan proses Sains yang menjadi acuan pembentukan konsep.
3. Menyimpulkan (Inferensi)
Kita akan mengenal lingkungan sekitar lebih baik kalau kita sanggup memahami dan menafsirkan kejadian-kejadian yang terjadi. Kita mencar ilmu mengenal teladan setiap kejadian/peristiwa dan berharap teladan tersebut akan terulang pada waktu yang akan datang. Disadari atau tidak, sebagian besar prilaku seseorang ditentukan oleh inferensi atau kesimpulan yang dibuatnya terhadap seseuatu. Hipotesis yang akan diuji kebenarannya juga disusun berdasarkan inferensi hasil penyelidikan sebelumnya. Guru menciptakan inferensi terhadap prestasi mencar ilmu siswa, bahkan mencar ilmu itu sendiri yaitu sebuah inferensi yang dibentuk berdasarkan perubahan-perubahan tingkah laris siswa yang sanggup diamati (Soetardjo, 1998).
4. Memperkirakan (Prediksi)
Prediksi yaitu satu asumsi apa yang akan terjadi. Kemampuan memprediksi suatu kejadian akan menjadikan seseorang berinteraksi lebih baik dengan lingkungannya. Prediksi sangat erat kaitannya dengan observasi, klasifikasi, dan inferensi. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi yang akurat hasil observasi. Klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang terjadi pada satu obyek atau kejadian. Persamaan dan perbedaan yang diobservasi akan membentuk pola-pola tertentu yang memungkinkan untuk meprediksi apa yang akan terjadi berikutnya. Para siswa perlu mencar ilmu mengajukan pertanyaan seperti, “jika hal ini terjadi, apa yang akan terjadi berikumya?” atau “apa yang akan terjadi kalau hal ini saya lakukan?” Untuk membedakan antara observasi, inferensi, dan prediksi, perlu diingat definisi singkat ketiga ketrampilan proses ini.
5. Hipotesis
Hipotesis yaitu dugaan sementara dari seorang penelitian yang di uji kebenerannya dalam penelitian yang dolakkukan. Ada dua macam Hipotesis :
1. Hipotesis Induktif, yaitu hipotesis yang dimunculkan dari lapangan, tempat penelit an berlangsung.
2. Hipotesis Deduktif, yaitu hipotesis yang dimunculkan dari suatu teori yang berasal dari studi kepustakaan
Hipotesis yang baik adalah:
a. Disusun dalam kalimat berita,
b. Dinyata,
c. Dijelaskan secara singkat dan sederhana,
d. Menyatakan hubungan antar variabel yang dipermasalahkan,
e. Dapat diterima nalar sehat,
f. Konsisten dengan teori atau fakta yang sudah ada,
g. Dapat menjelaskan duduk kasus secara rasional,
h. Harus sanggup diuji benar salahnya.
6. Rancangan Penelitian
Penelitian /riset dari kata Research dari kata re artinya kembali dan search artinya mencari. Kaprikornus dari segi etimologi, penelitian artinya mencari kembali.Yaitu mencari bukti-bukti gres yang dikembangkan menjadi teori untuk memperdalam dan memperluas ilmu tertentu. Pengertian secara ilmiah berdasarkan para jago yaitu sbb:
1. Moh. Nasir Ph,D ; penelitian yaitu pencarian fakta-fakta berdasarkan metode obyektif yang terperinci untuk menemukan hubungan antar fakta dan mengahasilkan dalil atau hokum.
2. Marzuki; penelitian yaitu usaha-usaha untuk mencari, mengumpulkan dan menganalisis fakta-fakta mengenai suatu masalah.
3. Whitney; penelitian yaitu metode untuk menemukan kebenaran ilmiah melalui penyelidikan yang sungguh-sungguh dalam waktu lama.
4. Woody; penelitian yaitu metode untuk menemukan kebenaran ilmiah melalui pemikiran
kritis yang mencakup santunan definisi dan redefinisi terhadap masalah, memformulasikan hipotesis, menciptakan kesimpulan dan mengadakan pengujian atas semua kesimpulan apakah ia cocok dengan hipotesis.
7. Analisis dan Interpretasi Data
Hal penting yang perlu diingat dalam melaksanakan analisis data yaitu mengetahui dengan sempurna penggunaan alat analisis, lantaran kalau kita tidak memenuhi prinsip-prinsip dari pemakaian alat analisis, walaupun alat analisisnya sangat canggih, kesannya akan salah diinterpretasikan dan menjadi tidak bermanfaat untuk mengambil suatu kesimpulan. Model-model statistika
Sumber http://www.terasfisika.com
EmoticonEmoticon