Friday, November 1, 2019

√ Perempuan Menjadi Pemimpin? Kenapa Tidak?


Oleh : Syahrul Ramadhan (Mahasiswa PAI Semester I B)

Asslamua'laikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Teman-Teman Yang Saya Cintai Dan Saya Banggakan !!!
            Dalam pandangan masyarakat, dunia perempuan tidak terlepas dari tiga “UR”, Sumur, Kasur, dan Dapur. Hal ini seperi menetapkan bahwa kiprah perempuan hanya berkisar pada tiga “UR” saja. Perempuan tidak mempunyai jalan masuk untuk masuk ke dunia publik, menyerupai menjadi pemimpin, mempunyai karir yang tinggi, berperan di dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Hal ini lah yang lalu dijadikan boomerang bagi Islam, dengan perkiraan bahwa Islam sama sekali tidak mengapresiasi perempuan. Padahal kita semua mengetahui, konsep perihal perempuan sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menjelaskan :
 وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain”.
Dalam Al-qur’an dan hadits tidak menyebutkan secara eksplisit perihal boleh atau tidaknya perempuan menjadi pemimpin. Ayat yang sering menjadi sumber perdebatan ialah QS.An-Nisa ayat 34 :
 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
Teman-teman yang dirahmati Allah, kata “Al-Rijal” dalam ayat tersebut artinya pria dan memakai “Al”, dalam tata bahasa Arab yang ditandai dengan kata “Ba’dhahum” sebagai kata berikutnya, yang artinya sebagian. Hal ini menjelaskan, bahwa Al-qur’an tidak memaksudkan semua pria boleh menjadi pemimpin, melainkan hanya sebagian pria yang bisa untuk mencari nafkah dan mempunyai kelebihan tertentu, maka kalau ada perempuan yang mempunyai kelebihan itu, bersama-sama dia bisa untuk menjadi pemimpin.
Teman-teman yang disayangi Allah ….
            Kata “Qawwam”, yang lazimnya diartikan berkuasa atas perempuan, Hana Weber dalam kamusnya membuatkan kata tersebut dengan arti superindependent, guardian, atau pelindung terhadap perempuan kalau mereka mempunyai kekuatan, kemampuan intelektual, dan skill sosial. Adapun konteks sosial turunnya ayat ini ialah ketika Sa’ad bin Ibn Rabbi, dan istrinya Habibah. Pada dikala itu Habibah ditampar oleh suaminya sebab melaksanakan nusyuz ( Arti yang berkembang dikala ini yaitu penolakan secual oleh istri). Habibah mengadukan dilema ini kepada Rasulullah, dan dia menetapkan untuk mengqishash Sa’ad. Ketika Sa’ad akan dieksekusi maka turunlah ayat ini. Makara ayat ini menjelaskan dilema isu domestik, khususnya korelasi seksual, dan sebaliknya, bukan perintah, tetapi bersifat khabar atau berita.
Sehingga ayat ini tidak bisa dijadikan dasar aturan bahwa perempuan dihentikan menjadi pemimpin.

Adakah seorang perempuan yang menjadi pemimpin? Banyak ! Namun tidak semuanya aku tuliskan disini.
1. Airin Rachmi Diany, S.H., M.Kn., M.H.
Sumber : id.wikipedia.org
Mungkin kita sudah tak abnormal lagi dengan sosok perempuan yang satu ini, Yaps. dia ialah Airin Rachmi Diany yang menjabat menjadi Wali Kota Tangerang Selatan dari tahun 2011. Hingga kini ia dipercaya untuk memimpin Tangerang Selatan.
2. Dra. Khofifah Indar Parawansa
Sumber : id.wikipedia.org
Wanita yang lahir di Surabaya, Jawa Timur kini menjabat sebagai Menteri Sosial. Selain menjabat di Menteri Sosial, dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi VII DPR-RI (2004-2006), 


Kesimpulannya, perempuan mempunyai kapasitas menjadi pemimpin. Islam sebagai rahmatal lil a’lamin sangat menjunjung tinggi kedudukan perempuan jauh sebelum ada teori emansipasi, dalam Al-Qur’an sangat terang bahwa perempuan juga sangat penting, salah satunya dengan adanya surat An-Nisa. Demikian, supaya bermanfaat. Mohon maaf atas kekeliruan dan kesalahan.

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamit tharieq,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sumber http://umin-abdilah.blogspot.com


EmoticonEmoticon