Sunday, November 3, 2019

√ Makalah Ushul Fiqh Ii

Selamat pagi sahabat-sahabatku.. Pagi ini umin akan menunjukkan sebuah postingan makalah ushul fiqh.
Mungkin disini ada sahabat-sahabatku yang sedang mencari makalah Ushul Fiqh 2. Disinilah tempatnya yang sempurna untuk mencari apa yang kau cari, hhheee
Umin tidak ada daftar isi, namun yang terang di sini umin menunjukkan makalah sekalian footnote dan daftar pustakanya juga, jadi nanti kau tinggal print dan edit. hheee

BAB I
Pendahuluan
Setiap umat Islam yang sudah terkena beban taklif, wajib menjalankan syariat Islam pada setiap acara kehidupannya. Dasar yang menjadi pedoman pelaksanaan tersebut yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Tetapi setiap mukallaf sanggup menggali kedua sumber tersebut untuk dijabarkan dalam kegiatan hidupnya, lantaran melihat kenyataan bahwa insan ini berbeda tingkat intelektualitasnya dalam setiap bidang dan mengingat sulitnya perangkat yang harus dimiliki oleh seorang penggali aturan (mujtahid). Akibatnya, tidak semua insan mendapatkan ketentuan aturan dari sumber aslinya, tetapi melalui para mujtahid yang sanggup mengistinbatkan aturan dari sumber aslinya itu.
Orang awam yang tidak bisa menggali aturan Islam sendiri atau belum hingga pada tingkatan sanggup mengistinbatkan sendiri hukum-hukum Islam, maka diperbolehkan bagi mereka mengikuti pendapat-pendapat dari para mujtahid yang dipercayainya. Dalam makalah ini penulis mencoba menguraikan perihal “Taqlid, Ittiba, Talfiq, ifta’ dan Madzhab”, yang mencakup pengertian dan hukum-hukumnya, serta syarat-syarat dan alasannya yaitu terjadinya.













BAB II
Pembahaasan
A.    TAQLID
1.      Pengertian Taqlid
Kata taqlid berasal dari kata qaladah (kalung), yaitu sesuatu yang lain dikalungi olehnya. Sedangkan definisi taqlid berdasarkan ulama adalah:
a.       Al-Ghazali mendefinisikan taqlid yaitu mendapatkan ucapan tanpa hujjah.
b.      Al-Asnawi mendefinisikan taqlid yaitu mengambil perkaraan orang lain tanpa dalil.
c.       Ibn Subki mendefinisikan taqlid yaitu mengambil suatu perkaraan tanpa mengetahui dalil. [1]
Dengan demikian essensi taqlid yaitu :
1.      Beramal dengan mengikuti ucapan atau pendapat orang lain.
2.      Ucapan atau pendapat orang lain yang diikuti itu tidak bernilai hujjah.
3.      Tidak mengetahui hujjah dari pendapat yang diikutinya itu.

2.      Hukum Bertaqlid
Taqlid itu ada yang haram dan haram kita menunjukkan pemikiran berdasarkan paham tersebut. Namun, ada yang wajib, dan ada pula yang boleh kita anut. [2]
·         Taqlid yang haram, yang disepakati oleh seluruh ulama ada tiga jenis, yaitu:
a.       Taqlid Buta. Yaitu Taqlid semata-mata mengikuti adab kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan Alquran dan hadis. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 170, yang berarti “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah swt.” Mereka menjawab, “(tidak) kami hanya mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya), padahal nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun dan menerima petunjuk.”
b.      Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedang yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.
c.       Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, ibarat menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan, kekuasaan atau keahlian berhala tersebut.
·         Taqlid yang wajib. Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah saw.
·         Taqlid yang diperbolehkan atau mubah, yaitu taqlid bagi orang-orang awam yang belum hingga pada tingkatan sanggup mengkaji dalil dari hukum-hukum syariat. Sebagaimana yang dikatakan Imam Hasan Al-Bana mengenai taqlid ini, berdasarkan dia taqlid yaitu sesuatu yang mubah dan diperbolehkan oleh syariat, namun meski demikian, hal itu tidak berlaku bagi semua manusia. Akan tetapi hanya dibolehkan bagi setiap muslim yang belum hingga pada tingkatan an-nazhr atau tidak mempunyai kemampuan untuk mengkaji dalil dari hukum-hukum syariat, yaitu bagi orang awam yang awam sekali dan yang serupa dengan mereka, yang tidak mempunyai keahlian dalam mengkaji dalil-dalil hukum, atau kemampuan untuk menyimpulkan aturan dari al-Quran dan Sunnah, serta tidak mengetahui ijma dan qiyas. [3]




[1]  Amir Syarifuddin, op. Cit, h. 408
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 141
[3] Khairul Umam dan A. Achyar Aminudin, Op.Cit,  hal. 155.


DI ATAS HANYA SEBAGIAN YANG UMIN TAMPILKAN

Jika kau tertarik akan makalah ini, silahkan d0wnl0ad :
Link Download : Klik ini
Password : Klik ini
Catatan : Jika membutuhkan format .doc silahkan meminta di link komentar atau bisa via email

Sumber http://umin-abdilah.blogspot.com


EmoticonEmoticon